Daun di Musim Gugur

0 1 0
                                    

"Silakan." Aku tersenyum melihat jalan Lyara yang linglung. Dia berjalan untuk memesan bakso.

"Bakso semangkuk bu.." Setelah memesan bakso, ia berjalan ke arahku yang tengah asik menyeruput mie.

"Uuh, lelah sekali, ya?" Padahal baru sehari, baru kemarin Lyara ikut bimbingan belajarnya. Dari raut wajahnya aku sudah bisa merasakan betapa keras dan kompetitifnya disana. Syukurlah nilaiku masih bisa diterima di sekolah ini dan bisa dimaklumi oleh keluargaku. 

"Mmmh.. akh, aku tidak bisa lanjut lagi." Lyara meletakkan wajahnya diatas meja. Rambutnya berantakan. Pasti banyak beban di pikirannya.

"Sesulit itu, ya?" Aku yang tidak pernah diikutkan atau dipaksa ikut bimbingan belajar seperti dia ini sedikit tidak tega melihat gedung besar kemarin penuh dengan murid-murid berkacamata (tidak semuanya) dan selalu sibuk dengan tabel periodik, buku-buku sains, bahasa, sastra, sejarah dan juga file-file pelajaran. 

"Matamu sembap sekali," aku menyadari matanya yang sayu seperti--Dan mungkin belum tidur tadi malam. 

"Entah," nada bicara, raut wajah dan penampilannya tidak se-cerah biasanya. "Bagaimana ini.. besok pengambilan nilai praktek.." Aku hanya mendengarkan keluh kesahnya tanpa menyela satu huruf pun. Orang sepertinya hanya butuh didengarkan isi hatinya. 

"Boleh lihat?" Dia sampai membawa materi pembelajarannya ke sekolah dan akan mengerjakannya sambil menikmati semangkuk bakso hangat di sampingnya. Wah... aku benar-benar tidak bisa membayangkan kalau aku ada di posisinya. Soalnya ada 15 nomor dan itu uraian semua, tidak ada soal pilihan ganda. 

"Tidak ada yang bisa bantu di rumah?" Aku ingin menanyakan itu. Tapi, tadi dia baru saja bercerita kalau orangtuanya sibuk karena sempat ada masalah di ekonomi keluarganya. Tapi dia tidak cerita apapun tentang kakaknya. 

"Kau.. ada kakak?" Aku menyeruput mis instan dari cup kecil. 

"Mmm.. ada. Tapi, sama saja. Kakakku sibuk dan hanya keluar kamar kalau dia lapar dan haus." Aku manggut-manggut. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. 

"Novel romance-mu?" Aku jadi teringat satu novel kesukaannya. NNovel romance yang tengah ia gila-gilai itu. 

Lyara menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Di.. disita oleh kakakku karena aku demam dan merepotkannya menyelesaikan tugas." 

Ah.. sayang sekali. Meski aku tidak pernah baca isi novel itu. Tapi mendengar ocehannya saja sudah cukup membuatku terbawa perasaan. 

"Tapi.." Lyara menatapku sambil mengunyah bakso di mulutnya. 

"Kenapa?" lagi-lagi dia begitu. Kemarin juga. 

"Katanya.. ini hanya sebentar." Ia menelan baksonya. "Kau bisa jamin itu hanya sebentar?" 

"Apa yang sebentar?" aku mengerutkan dahi tidak paham.

"Ini. Aku berada di 'neraka dunia' ini."

Aku terdiam sebentar. Lalu menyeruput kuah mie. "Iya. Ini hanya sebentar. Sangat sebentar hingga kau tidak sadar kalau daun di musim gugur sudah berguguran." Ungkapan dramatis yang kudapat dari sebuah film yang kutonton tadi malam. 

"Daun.. di musim gugur?" Lyara mengulangi perkataan itu beberapa kali. "Tapi.."

Aku mengangkat kepala dan menatapnya penasaran.

"Tapi.. kenapa sepertinya serba salah, ya?" Matanya berubah dari mata anak anjing ingin menangis menjadi mata yang putus asa dan tidak tahu harus melakukan apa.

"Maksudnya?" Aku membuang cup mie instan dan kembali duduk. 

"Ah. Bukan.." Lyara mengganti topik. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala. 

Trust and DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang