" Rara kamu tuh cuma jadi beban kita aja! Stop bikin ulah di sekolah Rara!."
Teriakan itu masih terasa di telinga ku ini, rasanya memang sudah tak asing dengan teriakan teriakan yang keluar dari mulut kedua orang tuaku.
Malam ini langit cukup cerah, aku memandang bintang bintang yang bertaburan di langit, rasanya memang menyesakkan tapi aku sangat senang melakukannya.
Aku merasakan ada tangan yang menepuk bahuku, aku menoleh ke arahnya dan mendapatkan sosok yang paling menyayangi ku dan aku pun begitu tengah tersenyum cerah ke arahku. Ah itu senyuman yang selalu membuatku senang.
" Eyang." seruku sambil memeluknya erat dan mencium kedua pipinya.
" Princess nya Eyang kok belum tidur sih." tanyanya seraya melepas pelukanku dan duduk di kursi.
" Belum ngantuk Rara Eyang hehe." ucapku seraya duduk disampingnya. Aku memeluk Eyang dari samping dan menempelkan wajahku di dadanya.
Beruntung nya aku memiliki sosok Eyang yang memberikan cahaya di kehidupan ku yang hampir gelap ini. Senyumannya selalu bercahaya, di saat aku sedih aku selalu membayangkan senyumnya hati ini selalu menjadi damai.
Tuhan aku ingin memohon satu pada Mu jangan ambil Eyang ku ya hanya dia orang yang ku punya dan selalu menyayangiku. Membela ku ketika Mami dan Papi memaki ku dengan kata katanya yang tak pantas dilontarkan pada manusia. Cukup Kau ambil Eyang Putri, dan Opa di kehidupan ku dengan waktu yang bersamaan. Dan memisahkan jarak antara aku dengan Oma jarak yang cukup jauh bagiku.
Aku menggenggam tangannya yang keriput ini tangan ini yang senantiasa menghapus air mataku yang selalu membasahi pipiku setiap harinya. Tangan yang senantiasa memelukku dan mengelus rambut ini.
Aku juga menyandarkan kepala ini ke bahunya, bahu yang sudah tak se kekar dulu tapi bahu ini yang selalu ku jadikan tempat bersandar.
" Jangan dimasukin ke hati ya omongan Mami kamu Ra." lirih Eyang memecah keheningan diantara kita.
Aku menghela nafas panjang dan menegakkan tubuhku ini, sulit rasanya untuk tubuh ini tegak.
" It's okay Eyang, I'm already immune." ucap ku berusaha menahan untuk tak menumpahkan air mata yang sudah ku tahan sejak awal, tapi tak bisa saat kulihat ada cairan bening di kelopak matanya.
Ku peluk Eyang dengan kuat dan menumpahkan tangisan ku ini, aku sudah tak tahan lagi untuk menahan semuanya. Pura pura kuat didepan orang banyak padahal aku hancur sangat hancur sangat sangat hancur.
" Hiks hiks Eyang salah Rara apa sih Eyang hiks hiks." isak ku di pelukannya dada ini terasa sangat sesak. Air mata ku sudah membasahi punggungnya, aku pikir air mata ini sudah tak ada sudah surut karena terlalu sering aku menangis ternyata aku salah air mata ini selalu saja mengalir tak peduli seberapa sering aku menangis.
" Maafin Eyang sayang kalau aja dulu kami gak memaksa mereka menikah kamu gak akan kaya gini sayang." ucap Eyang lirih. Aku tak sanggup mendengar ucapan lirih ini keluar dari mulutnya, dada ku terasa sangat sesak. Memori yang dahulu pernah terjadi seperti diputar kembali di memori ku ini.
" Kalau Rara gak lahir artinya Rara gak bakalan ketemu Eyang dong hiks udah Eyang jangan salahin diri Eyang kaya gini hiks." ucap ku seraya melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku kasar.
" Eyang jangan salahin diri Eyang kaya gini terus ya Rara gak bisa liat Eyang kaya gini." ucapku seraya menghapus air mata yang membasahi pipinya ini.
Eyang tersenyum dan senyuman itu berhasil membuat hati ini tenang dan tentram. Hanya senyumannya saja yang bisa membuat ku ini bahagia, simpel kan senyuman yang bercahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG
Teen Fiction" Mami, Papi Rara pengen disayang kalian. Eyang Rara rindu Eyang." isak ku seraya memeluk foto Mami dan Papi seraya memandang bintang yang paling bersinar diantara bintang yang lainnya di langit. Sejak kecil aku tak pernah dapat kasih sayang Mami da...