The Letter

5 0 0
                                    

Jessy benar-benar menutup matanya dari hal-hal yang berada di luar pelajaran. Bisa dibilang gadis itu tidak tahu menahu tentang apa saja hal yang terjadi di sekolahnya, apapun itu bahkan rumor yang beredar disekitarnya. Baik itu tentang sekelompok berandal sekolah yang di tangkap polisi atau berita mengenai teman sekelasnya yang berkencan dengan guru PPL. Jessy tidak perduli. Semestinya seperti itulah sosok pelajar teladan, atau pelajar kurang pergaulan?

Teman-temannya menganggap Jessy adalah pribadi yang pendiam. Walaupun memiliki paras yang cantik dan pembawaan yang tenang, terkadang ada juga yang beringsut mundur karena takut mendapati netranya yang tajam.

Jessy mendaftarkan namanya dalam klub drama hanya sekadar iming-iming agar orangtua dan teman-temannya tidak terlalu mengecapnya sebagai anti sosial. Padahal sekalipun tidak pernah tangannya merasakan kertas naskah drama apalagi wajahnya yang mengeluarkan bermacam-macam ekspresi di atas panggung. Jemarinya hanya pintar membalikkan lembar halaman buku serta menggoreskan tinta pulpen di sana.

Tapi surat yang kerap kali di dapatnya di dalam loker bukanlah kebohongan. Tak heran, dengan otak yang cerdas seperti itu sudah pasti ada saja orang yang menjadi penggemar rahasianya. Padahal, Jessy pikir mustahil sekali jika ia memiliki seorang penggemar jika dilihat dari bagaimana ia bergaul selama ini. Jessy justru heran dengan orang yang beberapa bulan ini mengiriminya surat setiap hari sabtu, bunga mawar setiap hari kamis dan coklat batang setiap selasa. Seperti tidak ada kerjaan lain saja, pikirnya.

Beberapa minggu ini Jessy makan sendirian di kantin. Biasanya dia akan pergi berdua bersama Fika, tapi temannya itu saat ini tengah disibukan dengan latihan paduan suara. Begitu juga hari ini, ia duduk sendirian di bangku yang terletak di sudut kantin. Setiap kali Jessy mulai melahap roti isinya, ia selalu merasa di awasi. Terkadang hal tersebut membuatnya merinding. Kerap kali ia harus berbalik badan berharap mendapati sesuatu yang membuatnya janggal.

Hari ini hari selasa. Jessy menyelesaikan tugas piketnya dengan cepat dan bergegas menuju lokernya untuk mengambil beberapa buku yang akan dipelajari hari ini.

Biasanya hanya ada satu batang cokelat. Namun kali ini ada sebuah cokelat dan setangkai bunga mawar serta sebuah surat yang diselipakan di antaranya.

[Temui aku di halaman belakang sepulang sekolah. Ada yang ingin aku bicarakan, kutunggu.]

Dua baris kalimat yang membuat dahi Jessy merenyit heran. Isinya hanya itu saja, biasanya suratnya akan berisi kalimat-kalimat hiperbola yang selalu menyanjungnya. Sedikit mengecewakan sebenarnya.

Bel istirahat berbunyi. Setelah membereskan dan meletakan kembali bukunya ke dalam loker, Jessy berniat pergi ke kantin. Kakinya melangkah di sepanjang koridor di mana setiap murid yang berseragam sama berlalu lalang. Untuk kesekian kalinya Jessy pergi ke kantin sendirian, entah sampai kapan Fika selesai dengan kegiatan klubnya yang menurut Jessy menyita waktu dan merepotkan.

Langkahnya terhenti oleh seseorang. Jessy mendongak sedikit. Orang ini adalah jenis orang yang Jessy hindari. Berpenampilan serampangan, rambut yang terlihat berantakan, keringat bercucuran, benar-benar mencerminkan seorang berandal sekolah. Saat Jessy menatap ke arah mata itu, maniknya yang terbiaskan cahaya terik matahari membuat Jessy terpana untuk beberapa detik.

“Maaf?” Jessy menunduk, menautkan jari-jarinya, “Kenapa kau berdiri di depanku?”

Sosok di hadapannya memandang bingung. “Aku memang berdiri disini, kau yang tiba-tiba berhenti.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang