Daisy - 19

489 98 50
                                        


"Katanya nggak suka sama Davino, tapi kenapa lo masih deketin dia?"

"Gue nggak pernah deketin Davino. Dia aja yang deketin gue," tegas Daisy.

Entah mendapat keberanian dari mana Daisy bisa mengucapkan kalimat bernada penuh percaya diri tersebut, yang jelas faktanya memang Davino-lah yang mendekatinya. Dia sendiri saja juga heran, kenapa laki-laki itu masih keras kepala padahal sudah diabaikan?

"Terus gue percaya? Enggak. Pasti lo sengaja deketin Davino biar dia ngejar lo, kan? Terus pas dia udah balik ngejar-ngejar lo, malah lo abaikan. Ck! Sadar nggak sih, lo itu secantik apa sampai berani memperlakukan Davino kayak gitu?" Nada bicara Shella mulai meninggi. Beruntung keduanya berada di taman belakang sekolah, coba kalau di koridor, sudah pasti nama mereka jadi bahan gosip se-antero Tirta Biru.

"Kalau gue emang cantik, kenapa? Masalah buat lo? Mau gue bersikap gimana pun sama Davino, itu bukan urusan lo." Daisy menjeda, "Kalau pun lo emang suka sama Davino, harusnya lo usaha gimana caranya biar Davino notice lo. Bukan malah nyuruh orang lain buat jauhin dia, terlebih itu saingan lo sendiri."

"Lo ..."

"Satu lagi, cantik wajah itu bukan jadi patokan untuk disukai seseorang. Ada kalanya cantik kepribadian dan perilaku seorang perempuan itu yang lebih banyak disukai laki-laki." Setelah mengatakan itu Daisy beranjak. Namun, baru dua langkah, dia berbalik.

"Kalau emang cantik wajah yang jadi patokan buat lo, maka gue ngaku kalah karena memang lo lebih cantik. Tapi sadar nggak, kenapa Davino lebih milih ngejar gue daripada ngejar lo yang lebih cantik dari gue? Karena kepribadian gue lebih cantik daripada lo."

Telak. Kalimat penutup Daisy barusan berhasil membungkam Shella. Membuat gadis itu tertampar kenyataan bahwa masih ada langit di atas langit. Sedangkan orang yang mengatakan kalimat barusan, merutuki dirinya yang lepas kendali dengan mengatakan hal tidak berguna itu sepanjang koridor menuju kelasnya.

Untuk apa coba dia mengaku sebagai saingan Shella?

Untuk apa juga dia mengatakan dengan penuh percaya diri bahwa Davino mengejarnya karena kepribadian yang ada dalam dirinya?

Untuk apa? Entah, bahkan dia sendiri tidak menemukan jawabannya.

Bertanya pada Kia pun, alih-alih mendapatkan jawaban pasti, Daisy malah ditertawakan. Gadis berlabel sahabat itu dengan tegas mengatakan, "Coba tanya hati lo sendiri, untuk apa sebenarnya?"

Daisy menghela napas berat. Kia dan segala solusi tidak bermanfaatnya itu memang biasanya cukup menghiburnya, tapi untuk saat ini dia sedang tidak ingin bercanda. Lagi pula, alasan Daisy sebenarnya bertanya pada Kia karena dia ingin melihat bagaimana reaksi gadis itu dan ingin tahu sejauh mana usaha Kia memperjuangkan Davino. Tapi sekalipun belum tahu bagaimana perkembangan usaha Kia, dia berharap semoga Kia selalu bahagia. Daisy tidak ingin sahabat terbaiknya jatuh cinta pada orang yang salah.

Daisy kembali mengambil udara dalam-dalam dan mengembuskannya. Aroma hujan yang mengenai tanah kering terasa begitu menenangkan. Dengan mata terpejam, dia bisa merasakan embusan pelan angin yang menembus kulit sembari merapal semoga pikirannya bisa segar kembali.

"Tapi kayaknya lo belum pernah ke sini waktu hujan, ya?"

Ucapan Davino tiba-tiba melintas di benaknya.

"Di cuaca biasa kayak gini, tempat ini emang udah nyaman. Tapi menurut gue, tempat ini bakalan lebih nyaman saat hujan."

Laki-laki itu benar. Berada di depan perpustakaan saat hujan memang menenangkan.

Daisy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang