» Chapter 2 «

38 20 14
                                    

☆ Happy reading ☆
_____

» Chapter 2 | Bebas «

AWAL perjalanan pulangku kuhabiskan untuk memaki gadis mungil yang kutemui beberapa saat lalu. Aku terlampau kesal sehingga tidak peduli jika ada yang mendengar seluruh sumpah serapahku.

Lagipula hal-hal yang kusebutkan jelas merupakan fakta, seperti; dia sangat bodoh, tidak pandai bersosialisasi, tidak peka pada keadaan sekitar, tidak tahu berterima kasih, kekanakan, berantakan, tukang kabur, pemarah, dan cengeng!

Dan atas emosiku yang berapi-api, aku sempat berharap bahwa semak belukar di belakang kami tadi sedang menyembunyikan sesuatu yang mengerikan untuknya.

Duh, duh.... Baiklah kuakui harapanku terdengar kejam untuk seorang gadis rapuh sepertinya.

Secara impulsif, kini aku jadi dilanda rasa bersalah. Teringat akan Mama dan Papa yang tidak pernah mengajariku berbuat begini; meninggalkan bahkan mengumpat tentang seseorang, terutama perempuan.

Amarahku mulai turun. Begitu pula tempo langkahku. Dengan gerakan kaki yang melambat, beberapa kali dalam semenit aku menoleh kebelakang, memastikan kemunculannya dalam balutan lampu-lampu jalan yang berpendar.

Namun, gadis itu tidak kunjung menampakkan batang hidungnya dan sukses membuat kakiku berhenti melangkah. Meski bimbang, aku mencoba untuk menunggu lagi selama beberapa menit kedepan. Dan ketika yang kudapati hanyalah kesunyian, akhirnya dengan detak jantung yang berdenyut cemas, aku memutuskan untuk kembali.

Entah bagaimana nanti aku menghadapinya, yang jelas aku tidak ingin menyesal di kemudian hari. Ah, tapi bisa-bisanya dia berhasil membuatku memilih untuk menurunkan harga diri.

Pada tiap langkah yang kuambil, rasanya aku tidak bisa berhenti waspada. Mataku nyalang menatap ke segala arah dan beberapa gagasan buruk yang tidak membantu berlalu-lalang di dalam kepalaku.

Sedihnya, suasana malam ini sangat mendukung; dingin dan sunyi.

Berjarak 50 meter dari kursi dimana gadis itu duduk, aku mulai tenang. Kupikir, setidaknya aku tahu di depan sana aku bakal menemui manusia lain. Namun, pekikan nyaring seseorang membuat tubuhku membeku sekian detik.

Hatiku mencelos. Firasat tidak menyenangkan menyeruak memenuhi rongga dadaku. Dari suaranya yang melengking, aku tahu siapa pemiliknya.

Tidak salah lagi...

Aku melangkah cepat, setengah berlari, seraya menajamkan seluruh indra. Apapun yang kutemui nanti, aku berjanji tidak akan kabur.

Tapi semoga tidak ada penculik....

Tidak ada preman maupun bapak-bapak mabuk bertubuh tambun yang membawa senjata tajam.

Tiba di tempat dimana aku meninggalkannya, harapanku terkabul sih. Namun, seseorang yang menjadi sumber kecemasanku turut menghilang. Aku menoleh kesana-kemari sambil merutuk dalam hati, menyalahkan diri sendiri.

"Loh? Kok kamu kesini lagi? Ada yang ketinggalan?"

Seseorang muncul dari balik semak belukar. Aku terkesiap, memandangi sosoknya yang masih berantakan. Sementara dia mengerjapkan mata sembabnya, kebingungan.

Beautiful Scars (BHS #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang