Hari ini Aora sangat lelah. Dia merasa bahwa hari ini adalah hari terberat bagi dirinya, dimana harus melewatkan istirahat yang sangat berharga, di hukum menghormati bendera di tengah teriknya panas matahari, dan pingsan karena maag nya kambuh.
Sungguh hari yang sial.
"Hmm tapi kalo di pikir-pikir lagi gak apa-apa deh. Dibalik semua itu kan ada babang tamvan," Aora terkekeh pelan.
"Hmm-- Revan," Aora menyebut nama teman sebangkunya itu sambil membayangkan wajahnya.
"Ganteng sih. Tapi cueknya kebangetan. Yee bodo amat, cuek mah kagak penting. Yang penting maju terus pantang mundur ye kan Ra," Aora terus asik berbicara sendiri sampai-sampai tak sadar ada orang di sebelahnya.
"Ra," Rini memegang bahu anak satu-satunya itu.
"MAMAA?!! AORA KAGET!"
"Aduh Aora... Kayak liat syaiton nirojim aja kamu mah," Rini tertawa.
"Mama gak ketok dulu sih. Aora kaget nih, jiwa Aora udah mau melayang tadi, untung Aora cepet sadar. Ck ck ck," Aora mengelus dadanya.
"Hahaha ada-ada aja kamu tuh."
"Oh iya Ra, mama liat baju kamu udah abis. Jangan lupa cuci baju loh ya, ntar kalo baju kamu abis mau pake apa dong? Baju mama? Hahahah," Rini tertawa.
"Iya ma. Pasti Aora bakal cuci kok--"
"Kalo gak males," Aora memelankan suaranya.
"Eh ehhh, ngomong apa tadiii?!" Rini mulai naik pitam.
"Hehehe bercanda ma. Iya pasti Aora cuci..."
"Kalo inget," lagi-lagi Aora memelankan suaranya, ia berusaha sekuat mungkin agar suaranya tidak di dengar oleh Rini.
"Anak mama mulai bandel yaaa. Siniii kamuu," Rini menggelitiki puas Aora.
"Ih mama geliii huaaaa stooooppp," Aora tidak bisa berhenti tertawa. Jari emak-emak memang beda dengan jari orang lain.
---
Revan berjalan menuju ruang makan. Perutnya terasa sangat lapar.
Revan melihat ada papanya yang sedang menyantap makanan dengan lahap.
"Eh Revan. Duduk Van, makan sini."
"Iya pa."
"Gimana sekolahnya? Enak gak suasananya? Ada yang ganggu kamu disana?" tanya Sandy bertubi-tubi.
"Satu-satu dong pa kalo nanya."
"Hehe iya maap. Tapi cepetan jawab dulu ih," Sandy menyenggol Revan dengan sangat penasaran.
"Sekolahnya enak-enak aja kok, gak ada masalah."
"Sip deh. Papa udah yakin dari awal kalo kamu bakal cepet adaptasi," ucap Sandy yang dijawab Revan dengan anggukan.
"Duduk sama siapa kamu di sekolah?" tanya Sandy sembari mengunyah makanan.
"Sama cewek."
"Acie acieee. Baru masuk sekolah udah deket aja sama cewek. Udah pacaran belum nih? kalo udah jangan lupa kenalin ke papa ya," goda Sandy yang dibalas dengan tatapan dingin Revan.
"Ngelawak pa?"
"Ah elah Van. Kamu mah gak seru papa ajak bercanda."
"Lagian papa gak jelas sih."
"Huh gak seru lo mah," kata Sandy sambil menirukan gaya bicara anak muda yang sedang tren.
---
Terik sinar matahari dari jendela kamar Aora membuat gadis itu terbangun dari tidurnya.
Dengan cepat Aora membuka matanya lebar-lebar. Tiba-tiba hatinya merasa gembira karena suatu hal, "Huaa ayo bangun ayo. Ntar di sekolah ketemu babang tamvan."
Aora segera bangkit dari tidurnya. Lalu melangkah cepat ke kamar mandi.
"Hati-hati kepleset Raaa," teriak Rini saat melihat anaknya itu terburu-buru bak kesetanan.
"Iyaa maaa."
---
Brum brum...
Dentuman motor Revan menggema di seluruh sudut parkiran sekolah. Otomatis Revan kini menjadi pusat perhatian murid-murid yang ada di area parkiran.
"Huh ganteng banget."
"Pacar gue lewat woyy."
"Calon suami gue."
"Woooiii Revann, ntar pulang anterin gue!!"
"Dih mana mau dia sama lo?"
"Mau lah. Sirik lo?"
Revan mencoba beradaptasi dengan cuitan-cuitan perempuan yang mengidolakan dirinya. Tapi godaan-godaan itu membuat Revan sedikit risih.
Ah sudahlah. Revan berusaha tidak mempedulikan apa pun dan ingin segera sampai ke kelas kelas.
Ditengah-tengah berjalan di lapangan, tiba-tiba ada yang menyandingi langkahnya.
"Pagi babang tamvan," sapa Aora saat melihat Revan berjalan sendirian.
"Dih."
"Yok jalan bareng ke kelas," ajak Aora sambil menggandeng tangan Revan.
"Apaan sih pegang-pegang? Lepas," ucap Revan sambil menyingkirkan tangan Aora.
"Ih jahat banget. Sini ih sama Aora," Aora kembali menggandeng tangan Revan dengan kuat agar tidak lepas dari genggamannya.
"Lepas! Gue risih!" Revan menyingkirkan tangan Aora dengan kasar. Rupanya hal itu membuat Aora merintih kesakitan.
"Aaaa sakittt!"
"Makanya kalo gue bilang lepas ya lepas."
"Revan kasar ih!" Aora kesal sendiri dengan perilaku Revan. Akhirnya dia memilih pergi saja menuju kelas sambil menghentak-hentakkan kencang langkah kakinya.
"Duh apalagi sih," ucap Revan berkacak pinggang memikirkan apa yang akan terjadi sebentar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Girl (Completed)
Roman pour AdolescentsBIASAKAN FOLLOW SEBELUM BACA YA!! Jgn lupa vote jugaaa!!! SEQUEL DI PUBLISH JIKA TEMBUS 500K VIEWERS <><><><><><><><><><><> Kesalahan yang Revan dan Aora perbuat menyebabkan mereka terjerumus ke dalam pernikahan. Tapi tunggu dulu! Saat mereka menjal...