Chapter I

2K 49 0
                                    

Hari itu begitu kelam. Suara petir bergemuruh menyambar di tengah langit malam menghiasi sebuah rumah terlalap api. Kobaran api begitu besar, namun para penduduk desa sama sekali tidak membantu memadamkan api malah bersorak sorai berseru mencibir. Memaki melempari batu. Menghancurkan pekarangan depan rumah tersebut, memecahkan jendela yang rentan. Ya. Mereka semua tidak puas sudah melempari seluruh anggota keluarga yang mereka kira adalah vampir sungguhan meski darah sudah meluber di sekitar mereka dan sang kepala keluarga sudah tidak bernyawa menyisakan seorang anak gadis dan ibunya yang sekarat, terkapar masih menerima bebatuan mendarat di sekujur tubuh mereka yang sudah lebam mengeluarkan cairan merah pekat dengan deras. Sang ibu masih berusaha bertahan, namun sang gadis sudah tidak bergerak. Sang ibu mencari kesempatan. Tepat saat para penduduk lengah ia mengeluarkan seluruh sisa tenaganya membawa sang gadis pergi masuk ke dalam hutan. Beruntung nasib baik berhembus pada mereka. Penduduk desa tidak mengejar hanya melempar batu dari belakang.

Napas mereka kian memberat seiring memasuki hutan lebih dalam, sang gadis sudah hampir kehabisan darah tidak dapat melanjutkan perjalanan. "Sebentar lagi Evalda." Ucap sang ibu terengah engah berusaha menyeret. "Sebentar lagi." Sekali lagi namun sang ibu juga kehabisan banyak darah membuat pijakannya goyah dan ambruk bersama.

Evalda bisa merasakan napas ibunya mulai memelan, dalam keadaan seperti ini ia sendiri tidak tahu apakah mereka akan selamat atau mati mengenaskan membusuk di dalam hutan. Semangat hidupnya mulai meredup, ia memanggil ibunya pelan. Namun sang ibu masih memejamkan mata. Dipanggilnya sekali lagi, barulah ibunya membuka kelopak mata mencoba bangkit kembali. Dengan sisa tenaga yang ada, sang ibu menarik Evalda bangkit berdiri. Berjalan terseok seok menyusuri hutan, tiba pada sebuah pagar menjulang tinggi. Samar sama Evalda menangkap gonggongan anjing menghampiri mereka, diikuti seruan seorang pria yang mengejar anjing tersebut. Anjing itu siap menyerang mereka namun aksinya terhenti ketika mencium aroma darah segar. Anjing itu mengendus mengonggong dan pria yang mengejar anjing itu menutup mulut begitu tiba di sana. Pria itu berseru memanggil majikannya sambil membantu kedua wanita itu masuk ke dalam rumah. Namun sayang saat kedua wanita itu sampai di teras dan majikan pria itu membuka pintu. Sang ibu berkata. "Selamatkan Evalda ku Dorothea. Biarkan gadis ini hidup dengan bebas." Lalu menghembuskan napas terakhirnya dalam keadaan tergeletak di samping sang gadis.

Pandangan Evalda mengabur akibat air mata menggenang, ia merasakan tubuhnya terangkat mengudara. Dan detik itu juga pandangannya yang kabur menjadi hitam pekat tidak sadarkan diri.

Waktu berlalu begitu cepat. Evalda masih ingat bagaimana ia terbangun dalam balutan perban di sekujur tubuhnya yang terbaring di atas ranjang lady Dorothea. Rasa haus terus terusan tidak terpuaskan. Setengah mati Evalda menenggak air namun kerongkongannya masih saja kering sampai lady Dorothea menyodorkan segelas penuh berisi cairan merah yang dikira Evalda cairan itu adalah anggur merah. Aroma darah memenuhi indra penciumannya, ia tidak bertanya tetap menenggak cairan merah tersebut dan detik itu juga rasa hausnya sirnah. Itulah pertama kalinya ia merasa seakan dirinya vampir. Ditengoknya lady Dorothea, wanita itu tersenyum tidak berkata apa apa, mengambil gelas yang ada dalam genggaman Evalda. Merasa penasaran akhirnya Evalda bertanya juga. Sedikit menegang mulutnya menganga meski hanya terbuka sedikit akibat perban yang mengikat dagunya.

"Aku... vampir sekarang? Tidak tidak, itu hanya kisah fantasi belaka seorang pengarang." Menggelengkan kepala masih berusaha meyakinkan dirinya kalau itu semua hanya candaan garing. Namun lady Dorothea mengalihkan pembicaraan membahas mengenai ibu Evalda yang sudah dikuburkan dengan layak.

Tiba tiba air mata menitik keluar dari mata Evalda, meski ia sadar ibunya sudah tiada tetap hatinya remuk mengingat wajah tergeletak yang berlumuran darah itu. Lady Dorothea menepuk punggung tangan Evalda, ucapnya mereka akan pergi dari tempat di mana mereka berada saat hari petang mengasingkan diri sejauh mungkin. Masih diselubungi rasa berkabung, Evalda tidak menjawab membiarkan air matanya mengalir desar di dalam dekapan lady Dorothea. Wanita itu menepuk punggungnya, mengeluarkan kalimat yang menenangkan dalam beberapa bahasa yang terkadang tidak dimengerti Evalda. Lalu ia menanyakan identitasnya sekali lagi dan mendapat jawaban yang sama. Masih tidak percaya akhirnya ia pasrah saja mencoba mempercayai dikarenakan rasa haus darah menghampirinya kembali. Ia mencoba menyesap sisa darah yang masih tertinggal dalam gelasnya tadi, namun tidak cukup untuk memuaskan rasa hausnya. Merasa frustasi akhirnya ia meminta pada lady Dorothea dan permintaan dikabulkan. Wanita itu meminta pelayan membawakan botol anggur dengan label yang tidak awam didengar. Ternyata guna menyamarkan isi botol tersebut. Evalda menenggak habis melalui kepala botol tidak lagi menggunakan gelas.

Stepsister turn goes wrong [Mature]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang