Laurena's POV
Ujian tengah semester sedang berlangsung, kebanyakan orang tidak terlalu memikirkannya. Mereka lebih fokus dengan acara sekolah yang akan diadakan dalam dua minggu, kecuali Kiara. Setelah kejadian dia yang mimisan, bukannya dia mengambil istirahat, dia menganggapnya sebagai tantangan lain. Raquel sama sekali tidak terlihat bersalah, justru ekspresinya lebih cerah dari sebelumnya.
“Eh, lu tadi jawaban nomor lima apa?”
“Kayaknya gua b deh. Abis yang laen nggak nyambung gitu.”
“Elah lu pada. Lagi istirahat aja masih ngomongin ujian. Udah lewat ini, gak bakal bisa lu ganti jawabannya!” Anak-anak yang di dalam kelas terdengar melakukan percakapan seperti itu. Kiara sendiri terlihat sibuk belajar untuk ujian selanjutnya.
Kutepuk pundak Kiara agar dia menatapku. “Udah makan belom?”
Kiara menatapku tajam sebelum mencibir dan kembali fokus ke bukunya. Kali ini dia bahkan menggunakan headphone-nya agar tidak terganggu dengan suara apa pun. Melihat sikapnya yang seperti itu, aku menghembuskan napas pelan. Sebuah roti dari tas kukeluarkan dan kuletakkan di atas meja Kiara dalam perjalanan keluarku.
Kakiku membawa diriku ke papan pengumuman yang sekarang anehnya dikerumuni oleh orang banyak. Setelah beberapa anak terlihat pergi dan meninggalkan tempat, aku pun berjalan masuk, mendapat gerutuan dari anak-anak yang terdorong. Pengumuman yang ada mengabarkan tentang audisi untuk talent show di acara sekolah nantinya. Audisi akan dilaksanakan dalam dua hari, tepat setelah ujian.
“Apa lu harus banget ikut? Toh nggak ada benefit-nya.”
“Ya adalah! Kak Gina gimana sih? Yang bisa ikut talent show tuh nanti ditulis di rapotnya, trus dapet penghargaan juga.”
“Emang penghargaan di rumah belum cukup apa? Gua heran dah ama emak lu, La.” Aku membalikkan tubuhku dan melihat Gina berbicara dengan seseorang yang tidak aku kenali sama sekali. “Weh. Carla, gua mau nyamperin si Kiara dulu.”
“Yah … trus gua ditinggal sendiri? Kak Stephanie lagi ijin gak kumpul sama kita-kita juga.” Anak yang dipanggil Carla itu memajukan bibirnya. Merasa penasaran, aku mencoba untuk mendekati mereka.
“Lu balik lah ke kelas. Lagian ya, si Kiara bego tuh kemakan omongannya. Bisa digorok gua sama bapak kalo tau si Kiara sakit lagi.”
Gina yang sedang berbicara dengan anak bernama Carla itu terlihat jelas kalau dia sangat kesal, seperti ingin menyumpahi orang. Melihat situasi yang ada sepertinya tidak enak, kuputuskan untuk menjauh dari mereka dan mulai berjalan ke toilet. Ketika aku baru akan kembali ke kelas, seseorang dengan rambut pirang menabrakku.
“Kalo jalan pake mata dong!” Mata biru terang itu menatapku dengan tajam. Dia terlihat berjongkok mengambil sesuatu. Di situlah aku sadar dia mengambil kacamatanya. Dia adalah Carla. “Napa liat-liat? Ada masalah?”
“Huh? Oh, gak kok, gak pa-pa.” Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera pergi meninggalkan anak itu. Tatapan yang dia berikan sangat aneh dan menyeramkan, seperti ingin menghabisi siapa pun yang menatapnya.
Di kelas, Gina sedang duduk di kursiku dan membisikkan sesuatu kepada Kiara yang memakan roti pemberianku. Sebuah senyuman kecil terukir di bibirku ketika melihatnya makan. Gina yang menatap ke atas bertemu pandang denganku dan langsung memicingkan matanya. Kiara mengikuti arah pandang mata sahabatnya dan langsung tersedak roti yang dia kunyah.
“Gua pokoknya nggak mau tau, dua hari harus selesai.” Gina langsung bangkit dari kursiku dan kembali ke kursinya sendiri. Kiara terlihat sedang menenggak minumnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars To Your Beautiful {END}
Teen FictionEveryone has a story that they never tell others, even the closest person Tidak semua orang akan bertahan hidup dengan penuh tekanan, tidak terkecuali mereka. Tuntutan yang dimiliki oleh setiap manusia akan mengubah sikap setiap orang. Keinginan unt...