-4-

164 28 0
                                    

Kau masih tak percaya dengan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kau masih tak percaya dengan ini. Kau belum bisa bahwa ini sangat nyata di matamu. Dengan hanya sebuah pesan tanpa nama dan kau meremehkan isi pesannya. Ternyata hingga kini kau belum bisa menerima jika kau berada beda dimensi sekarang.

Dan di hari ini juga adalah hari keempat di kehidupanmu di dunia ini dan hari pertama kau menginjak ke jenjang sekolah.

Mengapa hari keempat? karena hari sebelumnya kau masih berlibur dirumah dan belum waktunya kau bersekolah. Mengingat kata Mamamu yang katanya kau dulu berada di luar negeri, kemarinnya mamamu menyuruhmu istirahat selama dua hari.

Berarti, besok adalah hari terakhirmu disini.

Kau melangkahkan kaki di depan gerbang sekolah barunya. Tak bisa dibayangkan melihat sekolah yang begitu bagus di matamu.

"I-ini lebih bagus daripada sekolahku, hiks. Kenapa sekolahku yang nyata biasa-biasa banget, jadi nggak mau pulang rasanya."

Kau ingin sekali terharu, keinginan untuk bersekolah yang terfavorit sangat kau dambakan. Walaupun hanya sementara, kau sangat senang walau kau sekolah dengan manusia yang akhlakless itu. Tapi, kau harus bergegas ke kelas barumu.

Sesampainya di kelas, kau mengetukan pintu yang akan menjadi kelas kau nantinya.

"Masuk."

Kau membuka pintu kelas dan berdiri depan banyak siswa kelas. Semua mata menatapmu yang tengah berdiri diantara mereka.

"Hari ini ada kedatangan siswa dari luar negeri, nak perkenalkan dirimu."

"Em, hai. Saya (Fullname), Saya sempat bersekolah di luar negeri, tapi saya masih bisa berbahasa jepang, sekian. Yorushiku onegaishimasu."

Kau membungkuk, menegakkan kembali tubuhku. Semua riuh, ada yang sedang berbisik bisik, sepertinya mereka membicarakanmu. Kau makin canggung dengan situasi seperti ini.

"Diam semua! Kau boleh duduk di samping rambut yang merah jambu itu," perintah gurumu.

Kau melangkah dan menetapi tempat duduk kosong sesuai dengan arahan gurumu.

Surai pink bak warna bunga sakura itu melirikmu dan tersenyum padamu, "Hai, salam kenal. Aku Satsuki Momoi panggil saja Momoi."

"Ah, iya salam kenal. Panggil saja (Name), mohon bantuannya ya."

"Ha'i."

•••

Bel berbunyi, pergantian waktu telah tiba. Siswa menghamburkan diri dari tempat asalnya. Memang sudah biasa ketika memasuki jam istirahat.

Momoi kini sedang menghadapmu, "Ayo ke kantin, (Name)-chan," ajaknya.

Kau mengeluarkan sebuah kotak bekal yang berada di tasmu.

"Tidak, Momoi-san. Aku sudah bawa bekal dari rumah. Gomen, mungkin lain waktu saja." Kau menolak dengan halus ke arah gadis itu.

"Ya, sudah. Aku akan pergi, bye-bye!"

Momoi kini berbalik arah dan melangkah meninggalkan kelas.

Sunyi dan sepi mendatangi kelasmu. Kau ingin berlama-lama dikelas ini sebelum besok tiba. Kau memakan bekalmu yang isinya beberapa potong sandwich dan memakannya dengan lahap.

Entah, disini masih ada makhluk yang hidup selain dirimu disana. Kau menoleh kebelakang dan seorang murid kini tengah tertidur pulas.

Kau begitu kenal dengan murid ini. Dengan surai navy-nya, kau tidak akan pernah melupakan nama orang itu.

Sebuah ide datang dalam benakmu, kau tertawa tanpa bersuara dan membayangkan idemu yang akan kau lakukan.

"Ahomine!" kataku agak keras.

Idemu berhasil kau laksanakan. Aomine kini terbangun oleh keusilanmu. Ia masih setengah sadar dan menguap sebab kantuknya masih bertahan di dirinya.

"Kau lagi!"

Jari telunjuk Aomine mengarah kepadamu, sedangkan kau hanya cekikikan melihat kelakuannya.

"Sekelas juga denganku,
menyebalkan."

"Aku tidak menyebalkan, tahu dasar aho."

Kini yang menggenggam sebuah ponselnya dan menatapi layar ponselnya, "Mumpung ada kau. Ini kau, 'kan? Jawab jujur."

Kau terkesiap melihat, sebab kau melihat sebuah foto, dimana dalam foto itu terdapat aku yang sedang membakar majalah tepat di halaman belakang rumahmu.

"Eh, kau dapat darimana foto ini?" tanyamu, mengedipkan kedua matamu berterusan.

Aomine memasang wajah garangnya, "Ku dapat dari adikmu loh."

Adek laknat, batinmu.

Aomine kini bukan sosok yang kau kenal, memang sekarang ia benar-benar marah kepadamu. Rasa penyesalanmu tidak ada gunanya untuk saat ini. Keringatmu mengucur di pelipismu.

Kau bergeming ketakutan. Namun, sang lawan bicaranya hanya menatapi seakan-akan ingin menerkamimu.

Aomine kembali bersuara, "Aku ulang, INI KAMU BUKAN?!" tegasnya.

"I-IYA-IYA AKU NGAKU HUE ...."

Tangisanmu pecah, buliran air dimatamu mengalir dipipi wajahmu. Kau tidak suka ada orang yang membentakmu, kau sangat membencinya.

Aomine melihatmu menangis, lalu perlahan tertawa kecil. Tangannya ia letakan di pucuk rambutmu dan mengusapnya, agar bisa menenangkanmu.

"Hehe, bisa nangis juga. Maaf membuatmu menangis aku hanya mengerjaimu tadi, jangan dibawa serius."

Aomine meminta maaf kepadamu. Kau malah membalaskannya dengan pukulan yang mengenai lengannya, "Nggak lucu, aho."

"Biarin."

"Ngomong-ngomong aku minta maaf atas hari yang lalu, aku tak sengaja membakar majalahmu."

"Sengaja atau tidak sengaja."

"Oke, sengaja-sengaja, puas."

"Udah jangan nangis, jelek itu wajahmu."

Aomine puas mendengar ucapanmu, ia hanya tertawa melihat tingkahmu.

"Aku senang bisa bertemu denganmu, kau terlihat seperti gadis di dimimpiku. Kau orangnya unik, aku sangat menyukainya."

Kata-kata Aomine membuat wajahmu berhasil memerah. Kau sadar jika kau tidak menyukai pria itu, namun lamban laun kau membukakan hatimu kepadanya.

Disisi lain, kau sangat kecewa. Bahwa kenyataannya, kau tidak di takdirkan bersamanya. Rasanya sulit mengatakan yang sebenarnya.

"A-aku juga, aku bersyukur bertemu denganmu. Tapi, maaf aku tidak akan berlama-lama bersama denganmu," ujarmu.

"Kenapa?!"

"Karena besok adalah hari terakhirku di dunia ini."

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𓍯 𝐂𝐡𝐚𝐧𝐜𝐞 𝐭𝐨 𝐌𝐞𝐞𝐭 | A. Daiki 【✓】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang