"Apa nih?"
Gisa mengambil benda yang sejak tadi menarik perhatiannya, benda berbentuk persegi panjang itu menyerupai kertas tapi sedikit mengkilap. Ternyata itu sebuah kartu —kartu pelajar, tepatnya.
Tidak ada foto disana. Hanya nama beserta nomor induk siswa.
"Eh, kenal sama Anggasta Nareswara?" Gisa bertanya kearah dua orang sahabatnya. Mereka memang memutuskan untuk memakan bekal yang dibawa di taman, selain memiliki kursi-kursi yang bisa mereka duduki. Taman ini juga cukup rindang karna pepohonan yang ada.
"Gak."
Adis bahkan terlihat tidak berpikir ketika menjawabnya secara cepat membuat Gisa mendelik kesal. Matanya beralih menatap Raya, walau sepertinya akan mendapatkan jawaban yang sejenis
"Gak kenal, emang kenapa Sa?"
Gisa mengangkat kartu yang tadi dia temukan, "Nemu. Tadi ada di deket rumput sini." Gadis itu menunjuk sisi sebelah kanannya, "Perlu gak sih?"
"Dibalikin? Perlu lah!" Jawab Adis cepat, "Emangnya mau lo simpan? Buat apaan? Jaminan di pegadaian?"
Gisa menatap Adis kesal, "Ya gak gitu. Maksudnya kalau emang perlu ya gue mesti buru-buru balikin, gitu lho."
"Oh, emang mau balikin kemana?"
Gisa menggeleng dan mengangkat bahunya, "Gak tahu sih."
Adis berdecak kemudian berdiri, "Tunggu bentar." Gadis itu lalu berlari mendekati salah satu kumpulan laki-laki yang berada tak jauh dari mereka. Ia terlihat berbincang sebentar sebelum kembali dengan wajah gusar.
"Kenapa? Digodain?" Tanya Raya penasaran mengenai ekspresi Adis sekarang.
"Bukan!" Mata Adis melirik ke arah kartu yang dipegang Gisa, "Mending sekarang lo balikin deh, Sa! Bahaya!"
"Bahaya kenapa? Ini kartu bawa sial?"
Adis menatap Gisa dengan tatapan bingung, "Gue gak sanggup jelasinnya."
"Apa sih?" Raya jadi ikutan kesal karna Adis justru terlihat berusaha menyembunyikan sesuatu yang justru menambah rasa penasarannya. "Lo udah tahu itu punya siapa?"
Adis mengangguk.
"Terus siapa Dis? Yang punya."
"Kak Saga."
"Hah? Siapa tuh?"
Gisa tak mengenal nama yang disebutkan oleh Adis barusan tapi melihat Raya yang menatapnya dengan panik membuat Gisa menyadari sesuatu. "Dia... penting ya?"
Adis dan Raya kompak memengang pundak Gisa membuatnya kaget. "Kenap—" belum juga dia mengutarakan protesnya karna tindakan mereka. Tapi, ucapan kedua sahabatnya itu berhasil membuat Gisa melotot saking kesalnya.
"Lo pasti berhasil Sa, gue berdo'a yang terbaik."
"Tuhan bersama orang yang nyawanya terancam."
Emangnya Saga tuh, siapa sih?
.
.
.