VIII - DELAPAN

134 38 1
                                    

Sehun merasa pikirannya sedang penuh dengan banyak hal. Ia sama sekali tidak dapat berpikir jernih. Bahkan, kepalanya masih terasa berdenyut akibat pukulan yang ia terima kemarin malam.

Ia memutuskan untuk tetap pergi ke sekolah walaupun merasa sangat mengantuk dan lelah. Reaksi fobianya selalu berhasil membuatnya mati kutu.

Meski begitu, ia tidak ingin membuat orang-orang yang mengeroyoknya kemarin malam merasa di atas angin dengan tidak menampakkan wajah di sekolah. Baginya, memutuskan pergi ke sekolah walaupun dalam keadaan seperti ini adalah sebuah ultimatum perang.

Laki-laki itu ingin mendeklarasikan bahwa ia sama sekali tidak takut dan apa yang terjadi padanya kemarin tidak berarti apa-apa untuknya. Namun, bayangan terperangkap di tempat sempit kembali mampir ke ingatan dan membuat bulu kuduknya berdiri.

Sehun menggelengkan kepala untuk mengusir ingatan itu.

Pak Jae Seok dan para pembantunya tidak mengatakan apa pun lagi setelah ia memberi mereka tatapan tajam. Itu merupakan sebuah perintah agar mereka tidak bertanya apa pun.

"Ta-tapi, Tuan Muda bagaimana jika terjadi apa-apa lagi pada Anda?"

Pak Jae Seok memprotes ketika Sehun lagi-lagi mengatakan ia akan pulang sendiri lagi malam ini. Sayangnya, Sehun tidak menerima penolakan.

Selain itu, kedua orangtuanya juga tidak mengatakan apa pun ketika melihatnya pagi ini. Sehun mendengkus.

Tentu saja mereka tidak akan peduli.

Ia keluar dari mobil dan berjalan diiringi tatapan terkejut anak-anak yang melihat sebuah kapas di dahi. Mereka sibuk bergosip, tetapi tetap saja ada anak-anak yang histeris melihatnya.

Sehun sampai di kelas dan masih mendapatkan tatapan terkejut dari teman-teman sekelasnya. Pandangannya kemudian bersinggungan dengan Sejeong. Gadis itu menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikannya.

Laki-laki itu mengalihkan pandangan, lalu mengambil jalan memutar untuk sampai di bangkunya agar tidak melewati bangku Sejeong. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia melakukannya.

Sehun mencoba mengeluarkan buku dari dalam tas, tapi ia sama sekali tidak dapat berkonsentrasi membacanya. Kata-kata yang didengarnya kemarin malam terus terngiang di kepalanya.

"Kudengar dia baru saja membanting seorang perempuan."

Perasaan aneh itu muncul lagi. Sehun sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk mengenyahkan perasaan aneh itu.

Ia tengah memikirkan sesuatu ketika ia tidak sengaja mendengar namanya disebut.

"Habisnya kamu melamun terus sembari menatap Sehun."

Laki-laki itu menjadi begitu bimbang dan bingung. Kepalanya yang sudah berdenyut kembali berdenyut. Kini diiringi oleh debaran aneh di dadanya. Sepertinya ia memang harus melakukan sesuatu.

Beberapa kali ia berniat berdiri, tapi mengurungkan niatnya lagi. Begitu terus selama beberapa saat hingga akhirnya ia sendiri terkejut karena tubuhnya sudah berdiri. Tubuhnya mendorong meja di depannya tanpa sengaja hingga meja itu mengeluarkan bunyi yang cukup keras.

Drak!

Suasana di kelas mendadak hening. Sehun mengumpat dirinya sendiri di dalam hati. Beberapa saat kemudian, ia membulatkan tekad. Tubuhnya berbalik dan langsung berjalan ke belakang. Kakinya berhenti tepat di sisi Sejeong.

Gadis di depannya menoleh dan menatapnya dengan pandangan terkejut. Sehun sendiri juga sangat terkejut dengan apa yang dilakukannya.

Ia berusaha memilih kata yang tepat, tetapi otaknya mendadak berhenti berpikir. Laki-laki itu kaget saat kata yang akhirnya berhasil keluar dari mulutnya justru merupakan sebuah kalimat perintah.

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang