Alretha ; 01

12 3 0
                                    

Deringan ponsel terus berbunyi memenuhi seisi ruangan berukuran 3×4 tersebut, sedangkan pemiliknya sedang tertidur dengan pulas. Namun pada deringan selanjutnya, gadis berumur 19 tahun itu akhirnya mengangkat telponnya.

"Halo, Retha! Lo darimana aja sih?! Gue telponin daritadi juga!"

Retha mengucek matanya, lalu melirik jam di dinding kamarnya. Mengerang kesal saat tahu sekarang pukul 10 malam dan temannya itu menelpon sambil marah-marah.

"Lo liat jam berapa sekarang Fan," ucap Retha malas untuk meladeni omelan gadis di seberang sana.

Lama terdiam, akhirnya terdengar suara kembali. "Ret, lo bisa kan ke rumah Fino? Bilangin dia dong, bales chat gue."

Retha membelalakkan matanya tidak percaya saat permintaan tersebut keluar dari mulut Fani, yang tak lain sahabatnya sedari kecil.

"LO GILA YA FAN!? INI UDAH JAM 10 MALAM! MASA IYA GUA KE RUMAH AL MALAM-MALAM BEGINI!!"

Kali ini suara gadis itu benar-benar sangat keras, sehingga ia yakin orang tuanya yang sedang tertidur pasti langsung terbangun. Dan ia sangat menyesali perbuatannya tadi, karena adiknya langsung mengetuk-ngetuk pintu dengan keras.

Retha menggerutu, "iya, Retha janji gak teriak-teriak lagi." Serunya saat kedua orangtuanya ikutan meneriakinya di depan kamar.

"Mampus pasti si Renatha yang ngadu," di sana Fani terkikik pelan membuat Retha semakin menggerutu. "Bantuin ya Ret, gue gak tau mau minta bantuan siapa lagi. Yang deket rumahnya sama dia kan cuma elo."

"Lagian kenapa gak lo aja sih yang ke rumah dia?" Tanya Retha masih malas untuk bangun dari tidurannya.

"Gaboleh keluar sama Mami," jawab Fani membuat Retha mendengus kesal. Dirinya juga tidak di bolehin keluar di atas jam 9 malam.

"Gak harus sekarang kan Fan, ini udah malem banget buat bertamu ke rumah orang." Ucap Retha semakin menaikkan selimutnya menutupi seluruh badan sampai kepalanya.

"Gue butuh banget Ret, sekarang ya?"

-Alretha-

"Kenapa rumah dia harus deketan sama gue coba! Kenapa gak di ujung kulon aja tuh biar semakin jauh sekalian!"

Retha menggerutu di sepanjang jalan, terus mengutuk rumahnya yang berdekatan dengan cowok bernama lengkap Alfino Devandra itu.

Saat tinggal beberapa langkah untuk mendekati rumah megah cowok itu, langkahnya terhenti saat melihat cowok yang digilai temannya itu sedang berjalan sambil memainkan ponselnya.

Retha sengaja berhenti di depan cowok itu yang sedang menunduk, "emm Al." Gumam Retha saat Alfino mengangkat kepalanya.

"Hai Retha," sapa cowok itu tidak lupa tersenyum membuat lesung pipi langsung keluar di kedua pipinya. Retha merutuki dirinya saat ia malah terpana dengan senyuman itu. Retha tersenyum dan membalas sapaan tersebut.

"Lo mau kemana?"

Pertanyaan tersebut ditanyakan keduanya berbarengan, lalu keduanya sama-sama terkekeh.

"Gue mau ke rumah lo," jawab Retha sambil menunjuk rumah besar dan mewah di depannya.

"Oh, mau ketemu Bunda ya?" tanya Alfino "yaudah ayok gue anterin sampe rumah," ucap Alfino selanjutnya tanpa mendengarkan jawaban dari Rethania, ia merangkul pundak gadis yang lebih pendek darinya itu.

Retha menghela nafas, kenapa Alfino sangat cepat menyimpulkan seperti itu sih? Dirinya kan mau bertemu dia bukan ibunya.

Alfino melepas rangkulannya saat sudah sampai depan rumahnya, membuka pagar lalu menyuruh Retha untuk masuk. Setelah menutup pintu pagar kembali, Alfino berjalan masuk duluan meninggalkan Retha yang menggerutu di belakangnya.

"Bunda, Retha mau ketemu Bunda nih." teriak Alfino dari undakan anak tangga ketiga.

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik turun dengan daster yang melekat ditubuhnya. "Retha kesini? Mana?"

Alfino menunjuk ke arah Retha yang sudah duduk di sofa ruang tamu, "itu disana." Aliana yang merupakan ibu dari cowok berlesung pipi itu langsung menghampiri tempat Retha duduk.

"Eh, Tante" Retha langsung berdiri dan memeluk wanita berumur 45 tahun tersebut. Retha memang akrab dengan keluarganya Alfino, terutama ibu dari cowok itu. Karena dia dan Alfino sudah saling mengenal sejak dari TK dulu.

"Mama Papa kamu apa kabar?" tanya Aliana setelah melepas pelukan singkat tersebut.

Retha mengangguk, "baik-baik aja kok Tante." jawab Retha tersenyum menatap wanita dihadapannya yang masih tetap terlihat cantik.

"Kapan-kapan suruh mampir ya kesini," sekali lagi Retha mengangguk mengiyakan "yaudah kamu duduk dulu, Tante ke dapur dulu ambilin kamu minum."

"Eh, gausah Tante, aku gak lama kok." tolak Retha cepat, bahkan dia yang sudah terduduk lagi langsung bangkit berdiri.

"Lhoo, gapa-"

"Ma, Al keluar dulu. Mau ke warung tadi gajadi karena ketemu Retha." sela Alfino yang langsung berjalan keluar rumah. Retha yang melihat itu langsung mengejar cowok itu setelah mengatakan akan kembali lagii pada Aliana.

"Al tunggu!" Retha langsung menahan lengan Alfino, dia mengatur nafasnya setelah berlarian mengejar cowok itu. "Kok lo ninggalin gue gitu aja sih!" omel Retha memukul pundak cowok yang lebih tinggi darinya itu.

Alfino mengangkat sebelah alisnya, "bukannya lo mau ketemu Bunda? Yaudah gue tinggal dulu bentar mau ke warung,"

Retha menggeleng cepat-cepat, "gue mau ketemu sama lo, bukan sama Bunda." Retha mendengus membuat poni-poni yang melewati matanya berterbangan ke atas.

Sekali lagi cowok itu mengangkat alisnya, "yaudah mau ngomong apa? Sekalian jalan ke warung aja," ucapnya sambil merangkul pundak Retha dan menggiringnya berjalan.

Hening.

Hanya udara malam yang berhembus dan suara binatang malam yang terdengar.

Retha menghembuskan nafasnya sebelum membuka suara, "Al, lo sama Fani berantem lagi?" tanya Retha melepas rangkulan Alfino dari pundaknya.

"Pasti dia yang nyuruh lo buat ke rumah gue?" tanya Alfino yang entah kenapa terdengar kecewa.

Retha mengangguk saja, "ada apaan lagi sih?" tanya Retha penasaran semakin mempercepat langkahnya dan berjalan mundur menghadap Alfino.

"Jangan jalan kayak gitu Ret," tegur Alfino khawatir gadis itu akan jatuh, namun karena Retha keras kepala gadis itu tak mengindahkan peringatan tersebut.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, seolah ini adalah hal biasa. "Cepetan jawab!"

Alfino menghela nafasnya, "Gue cuma gak mau makin jauh aja hubungannya sama dia." Jawab Alfino akhirnya, membuat kedua bola mata Retha membulat sempurna.

Gadis itu langsung menghentikan langkahnya, membuat Alfino juga ikut menghentikan langkahnya. Lalu Retha mulai berkacak pinggang, "LO CUMA MAININ PERASAAN SAHABAT GUE!?"

Gadis yang memiliki nama lengkap Rethania Gexina Axeyla itu menatap tajam kedua mata Alfino, bahkan tak segan untuk melayangkan pukulan kalau cowok itu nantinya akan menganggukkan kepalanya.

Alfino menghela nafasnya, kali ini lebih lama. Ia tahu reaksi Retha akan seperti ini, ia sudah sangat mengenal dengan baik Rethania itu seperti apa.

"Bukan mainin Ret, gue cuma sadar aja kalo gue sama dia udah terlalu jauh. Gue sama dia beda keyakinan, lo tau itu kan?"

Retha mendengus kesal, "lo juga udah tau beda agama masih lanjut aja!" omelnya tak mengubah ekspresi di wajahnya sama sekali, "gue kan waktu itu udah bilang, Fani sama lo beda agama! Ngeyel sih, tetep lanjutin!"

Lalu kalau sudah seperti ini bagaimana! Retha pun juga bingung harus bagaimana, memang dasarnya kedua manusia ini yang keras kepala. Ia sudah pernah mengingatkan namun tidak didengarkan. Walaupun hubungan mereka belum berlanjut sampai ke tahap pacaran, tapi kan Fani sudah berharap lebih.

"Ih Al! Pokoknya lo harus bales pesannya Fani, dia nyuruh gue buat bilang ke lo, buat bales pesannya!" Teriak Retha saat cowok itu berjalan menjauh.

Story of AlrethaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang