Bukankah, yang datang akan pergi? Yang ada akan tiada, yang bertemu akan berpisah. Tapi mungkinkah luka ini akan pulih?
~SUBSTITUSI~
Pagi ini, Jesi berada di ruangan tamu setelah seminggu tidak bertemu dengan Christof. Jesi sangat merasa kesepian dengan keberadaannya yang tinggal sendirian. Sementara hatinya mulai jenuh karena tiap hari ia selalu melakukan pekerjaan rumah dan tak ada teman bicara.
Jesi kembali menatap ponselnya yang sama sekali tak ada notifikasi, hidup anak itu sungguhlah miris, tak ada teman untuk dihubungi, tak ada seseorang untuk diajak menimbrung dan sekarang ponselnya pun ikut-ikutan terjerat mode hening.
Tapi ada yang aneh dengan sikap Christof setelah menghilang satu minggu tanpa kabar, cowok itu tampak biasa saja dengan hubungan jarak jauh tanpa komunikasi, tidak ada lagi pelukan hangat, tidak ada lagi kata-kata manis yang dapat wanita itu rasakan.
Cowok itu pergi tanpa memberitahu, diam membisu dan tak mau mengabari Jesi meskipun hanya sekali saja. Mungkin Christof telah sibuk dengan dunianya, dan Jesi sudah ia jadikan sebagai kenangan terburuk dalam hidupnya yang kelam.
"Aku gak tau kamu dimana, aku capek terus menunggu kamu yang tanpa kepastian," isak Jesi.
Jesi kembali memainkan bulu halus kelinci itu, dia akan memulai mengajak peliharaannya berbicara agar terkesan tidak mengoceh sendiri. "Apa dia sudah menyerah untuk memperjuangkan ku?" tanya Jesi mencoba tegar.
Jesi berhenti menangis lalu memeluk kelincinya dengan erat.
"Ini salah aku, ya?" tanya Jesi bingung dan kelinci itu tak menyahut.
Sang kelinci menjilat sebelah kakinya, hal itu kerap kali membuat Jesi menghembuskan nafas lelah lalu melepaskan pelukannya dan menatap peliharaannya yang semakin rakus memakan wortel.
"Beruntung aku memiliki sahabat sepetimu. Setidaknya malam ini aku tidak akan sendirian lagi. Terimakasih kelinci, sahabatku."
Jesi menatap kelincinya yang bernama Dren tak percaya, sebelumnya tubuh Dren kecil tapi semenjak ia rawat dengan baik kelinci itu tumbuh sehat dan gemuk. Secara tak sadar Jesi sudah terlelap di kursinya. Kelinci itu terus melanjutkan makan membuat Jesi mengantuk hingga ia terjatuh ke alam mimpi.
***
"Syukurlah kalian datang," ucap Riana yang sudah dapat bernafas lega saat melihat keluarga Rian datang ke rumah sakit.
Wanita berambut sebahu langsung berlari memeluk tubuh sahabatnya, sepanjang perjalanan menuju rumah sakit dia tak henti-hentinya khawatir.
"Gimana, Riana? Mas Glen?"
Kalimat itu keluar dengan nada lesu, dia harus memastikan bahwa keadaan suami sahabatnya baik-baik saja.
"Lukanya cukup parah. Dia membutuhkan donor darah, dan rumah sakit sedang kehabisan stok darah yang golongannya sama," ucap Riana kehabisan cara untuk menyelamatkan suaminya.
Yanti melihat betapa khawatirnya Riana hingga tak dapat berhenti menangis. Yanti menghela nafas lalu menarik kursi untuk Riana, sedangkan Rian sibuk berdiri panik.
"Bagaimana dengan darahmu dan Ando? Apakah ada yang cocok?" Yanti berusaha mencarikan solusi ketika ia melihat wajah Riana yang mulai tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUBSTITUSI (Sudah Terbit✔)
Romansa[Fanfiction/Romance] [Follow akun author, karena seorang penulis bijak akan tahu bagaimana caranya menghargai sebuah karya!] Senja akan selalu siap siaga, ketika harus menggantikan Fajar. "AKU BUKAN PEMBUNUH YANG KALIAN MAKSUD!" teriak gadis remaja...