secuil kebahagian dan kata maaf

40 11 65
                                    

Lagu untuk chapter ini : in my blood - shawn mendez


Sepiring oseng kangkung, satu ekor ikan gurami asam manis, dan jus jeruk dihidangkan dengan apik di atas meja makan. Aku dan Hadi tiba bersamaan di ruang makan, disambut dengan senyuman ibu yang hanya ditujukan untuk suaminya. Dia berkata, "Ayo sarapan." tanpa menatapku sedikitpun.

Bukan hal yang mengejutkan lagi jika sikap ibu berubah sejak dia merencanakan pernikahan dengan Hadi. Dan sejak aku tahu alasan mengapa dia seperti itu, aku nggak pernah melayangkan protes atas sikapnya. Aku sadar, keberadaanku adalah beban baginya. Meskipun aku merasa marah atas perubahan sikapnya, tapi mengingat statusku, aku memutuskan untuk diam.

Berpura-pura kuat terkadang melelahkan. Tapi jika itu satu-satunya yang bisa kulakukan demi bertahan hidup, maka akan kulakukan.

Ibu memang seperti mengabaikanku. Bahkan ketika aku pulang dari Inggris, dia masih saja bungkam dan nggak ada satu kata maafpun terucap dari mulutnya. It's not that i wish her to apologize, but... It hurts. However, she's been my mother for years.

Meskipun demikian, aku tahu dia nggak sepenuhnya acuh. Sesekali aku menangkap matanya memperhatikanku, menengok ke kamar meskipun hanya sekilas ketika aku mengurung diri berjam-jam, berkutat pada buku catatan dan gitarku yang satu senarnya sudah putus.

Pagi inipun, meski dia nggak mengucapkan apa-apa, ibu masih menuangkan nasi beserta lauknya ke piringku.

Kami bertiga pun sarapan dalam suasana hening. Masing-masing sibuk dengan makanannya. Sampai limabelas menit kemudian, ibu mulai membuka suara. Bertanya pada Hadi jam berapa dia menyelesaikan pekerjaannya karena ibu sudah terlelap lebih dulu.

Topik pun berlanjut membahas tentang banyaknya PR Hadi sebagai anggota dewan. Tapi kemudian pria itu mengalihkan topik. Dia menatapku, dan lagi-lagi, memberikan senyum hangat.

"Karena kita sedang ada di meja makan bersama, apa kau nggak ingin membagikan ceritamu semalam pada kami, David?"

Aku yang mendengar pertanyaan itupun lantas membeku dengan gumpalan makanan yang belum tertelan di dalam mulut, serta tangan yang terangkat memegang garpu dan sedok.

Glek!

Aku menelan makananku,berpaling pada ibu yang menatapku dengan penasaran. But still, she says nothing.

"Nggak ada yang menarik." jawabku, lalu menyuapkan sesendok nasi ke mulut.

"Oh ya? Aku penasaran apa yang membuat anakku sedikit melunak semalam."

Uhuk!

Aku tersedak seketika, mendengar kata anakku keluar dari mulut seorang Hadi Sanjaya.

"Hei, pelan-pelan." Pria itu terkekeh, lantas menepuk punggungku.

"Kau bisa menceritakannya saat kau siap." Ibu menjawab. Surprise surprise~ she finally talked to me.

"Nothing's too special. Just an offer to record and publish my own song." Jawabku.

Mata ibu melebar, begitu pula Hadi yang pandangannya langsung berbinar mendengar jawabanku. "Kau sebut itu sebagai nothing 's too special? Itu berita bagus, David."

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang