[COMPLETED] Bau alkohol yang pekat dan asam langsung menguar. Jauh lebih kuat dari bau whiskey mahal di bar. "Maaf... maaf..." Pria itu bergumam, suaranya parau. Dia masih di lantai, mencoba bangkit tapi gagal total. Dew menatap ke bawah. Pria itu lebih pendek darinya. Dia memakai kemeja kerja putih yang kusut, kancing atasnya terbuka, dan dasinya longgar miring. Wajahnya pucat dan berkeringat di bawah cahaya lorong. Tapi di balik semua kekacauan itu... wajahnya manis. Sangat manis. Matanya yang terpejam memiliki bulu mata yang lentik, dan bibirnya, meski kering, tampak penuh. Dia terlihat seperti anak anjing yang kelelahan. "Kau tidak apa-apa?" tanya Dew, suaranya kembali profesional, meski ada sedikit rasa geli.

[COMPLETED] Jantung Tee berdebar begitu keras. Jadi... Dew menyadarinya. Ia menyadari ketiadaan bekal itu. Selama ini, Dew mungkin tidak pernah mengucapkan terima kasih, tapi ternyata ia sudah terbiasa dengan kehadiran bekal itu. Kehadiran Tee. Dew menutup pintu lokernya, tapi ia tidak langsung pergi. Ia berdiri diam di depan lokernya selama beberapa saat. Pandangannya menerawang ke koridor yang ramai, seolah sedang berpikir keras. Apa yang ia pikirkan? Apakah ia kesal? Kecewa? Atau hanya sekadar bingung? Tee tidak bisa menebaknya. Tapi ekspresi itu... ekspresi itu adalah sebuah reaksi. Dan setelah lima tahun diabaikan, sebuah reaksi sekecil apa pun terasa seperti sebuah kemenangan besar.

Feared and revered in equal measure, Dew Jirawat is the untouchable king of the criminal underworld-ruthless, calculating, and obsessively in control. But when a fleeting glimpse of a university student named Tee Teeradech-bright-eyed, defiant, and unaware of his effect-catches Dew's eye, something dangerous stirs inside him: desire. Tee, a quiet scholarship student studying psychology, has no idea his path has crossed with a man who owns half the city in blood and silence. He just wants to finish school and keep his head down. But fate has other plans. When Dew starts appearing at the university, "coincidentally" funding scholarships and making donations, Tee grows suspicious. Then come the gifts, the mysterious protection from petty threats, the watchful presence of sharp-eyed bodyguards wherever he goes. And finally-Dew himself, stepping into Tee's world like a storm in silk, offering him a life he never asked for in exchange for something Dew believes is already his. As Tee fights to hold on to his freedom, Dew tightens the velvet chains around him-never cruel, always gentle, but terrifying in his persistence. Their world spirals into a tangled game of temptation, power, and obsession. Tee must decide whether to run or surrender... and Dew must face the one thing he's never conquered: the possibility of being loved without control. Because obsession can build empires-but love can bring even kings to their knees.

"Aku tak mencintaimu... aku memilikkimu." ucap mingi Semua orang percaya Hong Mingi adalah sosok sempurna pintar, sopan, dan pewaris keluarga kaya raya. Namun di balik senyumnya, tersembunyi monster yang tak seorang pun tahu. Bagi Park Yoonho, hidup berubah menjadi neraka sejak Mingi menjadikannya mainan. Tamparan, hinaan, hingga rasa sakit yang tak pernah berhenti semua ia lakukan tanpa ada yang berani melawan. Karena di sekolah ini, suara Mingi adalah hukum. Namun, yang lebih menakutkan dari itu semua... perlahan, "permainan" itu berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap. Obsesi. Kecemburuan. Dan akhirnya, penjara tak kasat mata yang membuat Yoonho kehilangan kebebasannya. Karena bagi Mingi... jika Yoonho bukan miliknya, maka Yoonho tak boleh jadi milik siapa pun. Jangan lupa vote yaa semoga kalian sukaa🫶🏻✨️

Hong Mingi dan Park Yoonho. Takdir mempertemukan mereka melalui sebuah perjanjian pernikahan-kontrak yang lahir dari kepentingan, bukan cinta. Namun di balik ikatan palsu itu, rahasia, trauma, dan kebenaran kelam mulai terbongkar, menguji batas kepercayaan dan kasih sayang. Sebuah kisah tentang luka yang tak terlihat, cinta yang tumbuh di tempat tak terduga, dan pertanyaan besar. Apakah cinta mampu menyembuhkan jiwa yang hancur?

Di awal pertemuannya kembali, Yoonho hanyalah korban pelampiasan dendam dalam sebuah permainan. Tapi ternyata pria itu lebih membawanya ke dalam jurang kehidupan, di mana takdir juga hadir untuk mempermainkan dirinya. . . ⚠️warning! 🔞content 🍋 angst/dark romace/rape/eksplisit

"Lepasin aku, Gib!" suara Ziyu bergetar. "Lo pikir gue ga liat lo pelukan sama Fatar?" Gibran mendekat, sorot matanya tajam. "Aku bisa jelasin, Gib," Ziyu mencoba bertahan. "Jangan banyak alasan," Gibran menekan rahangnya. "Tapi, Gib-" "Ga ada tapi. Malem ini lo bakal inget siapa gue," ucapnya dengan senyum miring yang bikin Ziyu bergidik. "Kamu... mau ngapain, Gib?" tanya Ziyu waspada. "Gue bakal bikin lo nyesel udah bikin gue marah," bisik Gibran penuh ancaman. Ziyu berusaha mundur, tapi Gibran menahan pergelangan tangannya lebih kuat. "Gib, kamu nyakitin aku..." suaranya bergetar. "Nyakitin?" Gibran tersenyum miring. "Lo nggak tau sakitnya gue ngeliat lo di pelukan cowok lain." "Gib, aku beneran bisa jelasin!" Ziyu mencoba meyakinkan. Tapi Gibran mendekat, suaranya turun jadi bisikan dingin. "Gue nggak butuh penjelasan. Gue cuma butuh lo tau satu hal: lo milik gue. Dan gue bakal pastiin lo inget itu setiap detik." Tatapan Gibran membuat Ziyu gemetar. Ada rasa takut... tapi juga debar yang nggak bisa ia pahami.

Rahasia itu menekan dada Yoonho seperti beban tak kasat mata. Ia mencintai Mingi, tapi juga dihantui rasa bersalah pada sahabatnya. Di satu sisi, ia ingin bertahan. Di sisi lain, ia bertanya-tanya sampai kapan tubuh dan hatinya mampu menanggung cinta yang penuh luka, rahasia, dan kebohongan ini.

Satu mimpi yang membakar rasa penasaran, satu kamar yang memaksa jarak menyusut, dan detak yang tak bisa dibohongi. Mingi dan Yoonho, hanya dalam hitungan hari, telah menciptakan rahasia yang terlalu hangat untuk dibagi-antara keinginan dan batas yang hanya mereka mengerti. ⚠ bxb 🔞 minor dni

Couple : Hong Mingi x Park Yoonho A slow burn story, it's start with bullying before something that they can't point out build up in their chest. Yoonho was fragile. Mingi was careless. Mingi liked control, liked being feared. He liked knowing his fists could hurt someone and leave them trembling. But Yoonho... he's different. The more Mingi watch him get hurt, the more he want to protect him. The more he try to deny it, the faster his walls crumble. He doesn't know the chaos he's causing in - he doesn't know the danger he's walking into. Every public humiliation felt like a blade slicing through the fragile hope Yoonho had carried for so long and now added with physical pain. Nowadays, the world seemed to collapse around Yoonho, even as his heart shattered in front of everyone, a small, irrational part of him still ached for the warmth he would never get. But still - sometimes the heart clings to what hurts it most. And this heart? It's triggering in ways they both can't escape.