Kronologi kerusuhan di Halmahera ataupun pembelaan terhadap sebuah agama bukanlah tujuan penulisan novel ini! Kinanthi, telah tetap hatinya untuk meninggalkan keluarganya di Solo dan pergi membawa cintanya ke Halmahera. Sebuah taman firdaus, yang tak lama kemudian menjelma menjadi neraka. Kecurigaan antar pemeluk agama berkembang menjadi kekerasan fisik, saling bunuh, dan kemudian pengungsian. Rekonsiliasi adalah uap kentut belaka jika tidak dimulai dari dalam diri sendiri. Perdamaian dengan pemeluk agama lain hanyalah selembar daun yang cepat diterbangkan angin jika tidak menilik ulang bagaimana gambaran Tuhan yang paling nyata di dalam kitab suci. Refleksi diri memerlukan kekuatan dan keberanian untuk mengakui kelemahan dan kesalahan diri sendiri supaya dapat berdamai dengan lingkungannya dan dengan manusia yang dianggap sebagai musuh. Kinanthi mempertanyakan hal-hal yang di dalam norma masyarakat merupakan kewajaran dan kebenaran: mengapa seseorang harus menikah dan memiliki anak, mengapa harus menikah dengan orang yang seagama, tunduk terhadap orang tua, menabukan erotisme dan seksualitas tetapi mengumbar kekerasan di media massa? Bersama El dan Johann, Kinanthi mencoba mengupas persoalan kerusuhan antar agama dan permasalahan cintanya dengan Daniswara.