Kata Aksara, hidup itu hanya butuh dua bekal utama: sabar dan tabah. Dengan keduanya, kamu bisa menjadi orang baik, katanya. Sebuah nasihat yang terdengar bijak-tapi tidak berlaku untuk Abelia. Sabar dan tabah? Abelia sudah menelan mentah-mentah itu selama bertahun-tahun, hingga rasa pahitnya tak lagi bisa ditoleransi. Dia muak. Dia lelah. Lalu, semesta mempertemukan keduanya. Entah siapa yang membutuhkan siapa, pertemuan Abelia dan Aksara bukanlah kisah dua hati yang romantis. Tidak ada bunga-bunga cinta yang bersemi. Yang ada hanya ironi: Aksara yang terlalu percaya akan kebaikan, dan Abelia yang sudah berhenti peduli pada segalanya. Namun, dalam perjalanan yang penuh konflik dan ketidakpastian itu, Aksara perlahan membuka jalan demi jalan-menuntun Abelia untuk menemukan arti sesungguhnya dari sebuah kepulangan. Karena mungkin, rumah bukan sekadar tempat untuk pulang, tapi hati yang dipenuhi keberanian untuk menghadapi dunia sekali lagi. Way Back Home adalah kisah tentang kehilangan, harapan, dan perjalanan menuju pulang-bukan ke tempat, melainkan ke diri sendiri.