ndiiii_aikn
- Reads 15,095
- Votes 908
- Parts 14
Raven menatap tajam ke arah pria yang berdiri di depannya.
"Bisa-bisanya kau mencelakai dan memfitnah Ravael!" seru pria itu dengan penuh amarah. Sementara itu, Raven yang sudah tersungkur di bawahnya mengepalkan tangan, menahan amarah.
"Sebetulnya, yang anak kandung itu aku atau Ravael?" tanyanya dingin, meski sorot matanya penuh kemarahan dan kekecewaan.
Pria itu terkejut. "Tentu saja kau anakku!" jawabnya tegas.
Raven menyeringai sinis. "Lalu kenapa Papa lebih percaya Ravael?"
Pria itu menghela napas. "Karena kau sudah keterlaluan, Raven."
Sebelum Raven sempat membela diri, kakaknya, Jo, menyela dengan penuh emosi. "Kau yang selalu mencari masalah! Citra keluarga kita rusak karena sikap kekanak-kanakanmu. Belajarlah dari Ravael! Jika aku bisa memilih, aku lebih ingin dia menjadi adikku daripada kau!"
Ucapan Jo menghantam Raven telak. Dalam kemarahan yang membuncah, ia menghunus pisau lipatnya dan menggores leher Ravael. Semua orang terkejut. Jo, tanpa pikir panjang, mendorong Raven hingga terjatuh dari lantai dua. Tubuhnya menghantam guci besar yang pecah berkeping-keping dan menusuk tubuhnya.
Namun, alih-alih merasakan kematian, Raven terbangun di ranjang rumah sakit dengan kepala berdenyut sakit. Ia menoleh dan melihat sosok yang tak asing-bodyguard sekaligus ayah angkatnya yang seharusnya sudah meninggal beberapa tahun silam.
Menatap sekeliling, Raven tersadar-ia kembali ke lima tahun lalu, ke saat di mana keluarganya lebih memilih menemani Ravael ke pantai daripada menjemputnya dari sekolah.
Kini, ia mendapat kesempatan kedua. Ini bukan anugerah. Ini peringatan. Dan kali ini, ia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam keluarga yang tak pernah menginginkannya.