SurabayaCrossdresser
Dinda dan suaminya, Rangga, baru saja pindah ke rumah warisan milik keluarga Dinda. Rumah itu berdiri megah namun tampak menua, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan atap genteng yang beberapa bagiannya tertutup lumut. Letaknya di ujung desa, jauh dari keramaian, hanya dikelilingi kebun bambu dan jalan tanah berkelok yang jarang dilewati orang.
Bagi mereka, rumah ini seharusnya menjadi tempat peristirahatan setelah bertahun-tahun terhimpit tekanan hidup di kota-kemacetan, tuntutan pekerjaan, dan biaya hidup yang tak ada habisnya. Rangga sudah membayangkan hari-hari tenang di beranda sambil menyeruput kopi, dan Dinda membayangkan suara jangkrik di malam hari menjadi musik pengantar tidur.
Namun, mereka tak tahu, rumah itu menyimpan masa lalu kelam yang tak pernah benar-benar mati.
Dinda pernah mendengar cerita dari ibunya, meski sebagian hanya berupa bisik-bisik di dapur ketika ia masih kecil. Paman Guntur-adik dari ayahnya-adalah sosok yang keras, manipulatif, dan memiliki temperamen yang meledak-ledak. Ia menguasai rumah ini sepenuhnya setelah kakek mereka meninggal, namun hilang begitu saja bertahun-tahun lalu setelah kasus kekerasan dalam rumah tangga menimpanya. Tidak ada yang tahu pasti ke mana ia pergi. Beberapa tetangga bersumpah pernah melihatnya di terminal bus, berpenampilan lusuh. Yang lain mengatakan ia mungkin sudah mati.