faratulasy67
- Reads 802
- Votes 175
- Parts 44
Hasan, seorang musafir muda yang membawa tas usang, kitab suci, dan semangat dakwah yang tulus, tak pernah berniat mencari cinta. Tujuannya hanya satu: menyampaikan cahaya Islam ke tempat-tempat yang telah lama kehilangan bimbingan.
Sampailah ia di sebuah desa terpencil yang dingin, bukan karena cuacanya - tapi karena dinginnya sambutan manusia. Warga desa menganggap dakwah Hasan mengganggu ketenangan mereka. Tapi satu orang memperhatikan dalam diam: Fatimah, anak seorang tetua desa, yang sejak kecil haus ilmu tapi terkungkung tradisi.
Fatimah bukan gadis biasa. Ia tak pernah melihat pria seperti Hasan sebelumnya - tenang, tidak menggoda, tapi wajahnya bersinar saat mengajar anak-anak mengaji di surau yang hampir roboh.
Tiba-tiba, fitnah datang. Ada yang menuduh Hasan membawa ajaran sesat. Surau dibakar. Hasan hampir diusir. Tapi Fatimah berdiri paling depan - bukan hanya membela, tapi menunjukkan kepada seluruh desa apa yang sebenarnya ia pelajari dari Hasan: ketulusan.
Di bawah pohon tua yang pernah jadi tempat Hasan mengajar, di antara puing-puing yang tersisa, ayah Fatimah berkata:
"Kalau kau memang tulus ingin tinggal dan membimbing kami, maka bimbing pula anakku."
Dan dengan kalimat sederhana, tanpa romantisme berlebihan, Hasan menjawab,
"Jika Allah mengizinkan, aku ingin menjaganya seperti aku menjaga ayat-ayat-Nya."
---
Akhirnya mereka menikah dengan sederhana, tanpa pesta besar, hanya dengan dzikir dan doa. Desa yang dulu menolak, kini menjadi desa pertama yang berubah - dan dari sanalah langkah dakwah mereka berdua dimulai, berdua dalam cinta dan perjuangan. 🌿