eisaa3
- Reads 837
- Votes 109
- Parts 4
Dulu, Mingyu adalah yang pertama.
Anak sulung yang buna peluk paling erat, anak yang selalu dia banggakan di depan keluarga, anak yang katanya akan jadi alasan dia terus kuat hidup.
Tapi semua itu terasa seperti mimpi jauh yang mulai memudar... sejak hari buna memutuskan menikah lagi.
Mingyu ingat jelas hari itu.
Jas putihnya indah
senyumnya lebar.
Mingyu ingin ikut bahagia, sungguh, karena Mingyu ingin buna merasakan cinta yang utuh. Tapi Mingyu tidak pernah menyangka, dengan pernikahan itu, posisinya di hati sang buna...Jeonghan...ikut bergeser.
Tiba-tiba...
Mingyu bukan lagi yang pertama. Dan sejak saat itu...Mingyu resmi menjadi anak tengah.
Anak tengah yang tak pernah diminta.
Anak tengah yang seolah hanya "terselip" di antara kehidupan baru sang buna.Perlahan Mingyu mulai mengerti bahwa perhatian bunanya semakin berkurang.
Tapi Jeonghan tidak tahu...
Mingyu tidak pernah benar-benar sebesar itu.
Mingyu masih anaknya, masih butuh disayangi, masih butuh didengar.
Rasanya seperti rumah ini menelan Mingyu hidup-hidup. Kakaknya (anak suami ibu) menjadi kebanggaan baru. Adiknya...dino
...tetap dimanja. Dan Mingyu... hanya nama di daftar keluarga.
Mingyu ingin berteriak, ingin marah, ingin menuntut kembali tempatnya di hati Jeonghan.
Tapi setiap kali ia membuka mulut, suaranya hanya jadi bisikan yang tak pernah sampai ke telinga Jeonghan.
Mungkin Mingyu memang dilahirkan untuk jadi "penghubung."
Tidak cukup tua untuk dibanggakan.
Tidak cukup kecil untuk dimanja.
Hanya... tengah.
Dan yang paling menyakitkan adalah, bukan ia yang memilih posisinya saat ini. Dari sulung yang dulu jadi alasan hidupnya... menjadi anak tengah yang bahkan tak pernah dianggap ada.
Kadang Mingyu bertanya dalam hati...
"Kalau saja buna tidak menikah lagi, apa aku masih akan jadi anak yang dipeluk setiap malam?"
"Apa aku masih akan dipanggil 'kebanggaan ibu'?"
"Atau memang sejak awal, aku hanya kebetulan lahir lebih dulu... tanpa pernah benar-benar istimewa?"