My Pen
2 stories
"NADI AKHIR" |Renjun, Haechan, Jeno, Jaemin by JustSavina
JustSavina
  • WpView
    Reads 93
  • WpVote
    Votes 9
  • WpPart
    Parts 2
••★★★★•• Di tengah puing-puing kota yang hancur, saat ledakan jadi musik pengantar tidur, ada empat orang yang tak menyerah pada harapan. Inilah kisah "Nadi Akhir", tentang perjuangan sekelompok orang yang nekat mencari arti kehidupan di medan perang. Ada seorang Tentara yang melindungi dengan hati baja, Dokter yang berjuang melawan maut setiap detik, dan dua Jurnalis/Relawan yang merekam duka, demi janji bahwa dunia harus tahu. Mereka bukan pahlawan super, hanya manusia biasa yang saling menguatkan. Mereka melewati hari-hari penuh tangisan, kehilangan, dan tawa singkat yang berharga. Setiap tembakan yang terdengar mengingatkan mereka betapa mahal harga dari impian untuk hidup bebas. Di balik tembok yang runtuh, dengan kopi seadanya dan debu di mana-mana, mereka sering berbagi cerita. "Sampai kapan kita harus jadi penghuni tetap neraka ini?" keluh salah satu jurnalis, sambil mengibaskan debu dari kameranya. Sang Dokter hanya tersenyum tipis, "Selama masih ada satu pasien yang butuh nafas, atau satu cerita yang harus diceritakan." Ujarnya. "Atau selama masih ada jatah makan siang terakhir," timpal si Tentara, sambil melirik ransumnya dengan wajah datar. "Tapi, gimana kalau negara kita malah kirim stok ransum baru?" Yang lain hanya tertawa kecil, suara mereka menjadi melodi aneh di tengah kesunyian reruntuhan. Saat harapan hampir padam, mereka harus mengambil langkah paling berbahaya. Sebuah misi terakhir yang akan menentukan: apakah pengorbanan mereka sia-sia, ataukah dari abu kehancuran ini, akan lahir kemerdekaan-sebuah "nadi" kehidupan baru yang kembali berdetak untuk semua. Ini adalah cerita yang akan membuatmu merasakan apa artinya berjuang dan mencintai, bahkan saat maut mengintai. Siapkah kamu ikut merasakan denyut harapan di tengah akhir segalanya? ••★★★★••
Puncak Komedi [NCT Dream] by JustSavina
JustSavina
  • WpView
    Reads 1,828
  • WpVote
    Votes 159
  • WpPart
    Parts 12
"Tragedi adalah Komedi." Kalimat petuah itu, Mars masih ingat betul detailnya meski sewindu telah berlalu. Dimulai dari siapa yang memberi petuah, wajah orang itu, ciri fisik yang paling mencolok, hingga detik pertemuan terakhir mereka. Entah di mana dan kapan awal mula mereka bertemu, yang pasti 8 tahun lalu bukanlah yang pertama. Mars yakin, karena wajah itu tak asing baginya. 'Ada sebab mengapa kita dipertemukan. Entah untuk pengalaman, atau pembelajaran.' Batin Mars, lelaki itu melangkahkan kakinya dengan mantap menyusuri koridor bandara internasional Soekarno-Hatta. Pandangannya mengedar, menelisik setiap orang yang berlalu-lalang di sekitarnya guna mencari beberapa wajah yang familiar di ingatannya. "ABANG!" Mars lantas menoleh ke asal suara, menatap seseorang yang kini tengah melambai heboh dari jarak kurang lebih 77 meter dari tempatnya berada. Senyumannya merekah kala kedua matanya menangkap 5 sosok lain yang ikut melambai, segera ia berlari seraya menyeret kopernya dan memeluk 6 adiknya dengan erat. Lama tak jumpa, jujur ia menolak fakta jika adik-adiknya kini telah tumbuh menjadi pria dewasa yang tengah memasuki usia quarter life crisis. Satu sisi tak rela, sisi lain merasa bangga. Kerja kerasnya selama ini telah membuahkan hasil, tak sia-sia ia merantau banting tulang di kota orang selama bertahun-tahun. Bahkan rekor Bang Toyib saja bisa ia kalahkan, saking jarangnya ia pulang ke rumah. "Abang pulang." Ucap Mars dengan tangis harunya.