Bandung Punya Cerita Bandung, 15 Februari 2030 Pagi itu, cuaca di Bandung lebih panas dari biasanya. Jam baru menunjukkan pukul 06.59, tapi matahari sudah menggigit kulit. Udara belum benar-benar padat, tapi cukup membuat Bella menyeka keringat di pelipisnya. Baru saja ia selesai olahraga pagi di taman. Tempat ini biasanya menenangkan, tempat ia bisa berlari mengejar pikirannya sendiri, lalu berhenti untuk sekadar mendengarkan musik, atau menunggu rekan kerja yang selalu datang lima belas menit terlambat. Hari ini, ia duduk di bangku taman, meneguk air mineral dari botol Aqua yang hampir kosong. Lalu, BRUK. Seseorang menyenggol lengan kirinya. Botol itu terlepas, airnya tumpah, sebagian mengenai baju olahraga Bella yang berwarna abu terang. Bella reflek berdiri, menahan lengan orang yang baru saja menyerempetnya. Laki-laki itu menoleh, tapi tak memperlambat langkah. Wajahnya datar. Bahkan tak ada sedikit pun isyarat bersalah di matanya. "Gila lo ya?" Bella menyipitkan mata, nada suaranya meninggi. "Lo enggak tahu barusan nyenggol orang? Tumpah semua ini!" Laki-laki itu tetap berjalan. Tenang. Seperti tak terjadi apa-apa. Bella mengejar, lalu menarik tangannya. "Dasar manusia enggak punya hati. Seenaknya aja lo jalan kayak enggak ada yang terjadi. Lo pikir lo siapa?" Saat tatapan mereka bertemu, dunia seperti berhenti sebentar. Bella terdiam. Suaranya terhenti di tenggorokan. Matanya membulat, lalu perlahan berkaca-kaca. Wajah itu. Tatapan itu. Sorot dingin yang dulu pernah ia kenal terlalu baik. Tapi mustahil... "Ka-kamu..." bisik Bella. Laki-laki itu mengernyit. "Apaan sih lo? Salah lo sendiri minum di jalur lari! Gak ada otak, tempat duduk banyak, malah di sini!"