Semua wanita di dunia pasti menginginkan hubungan yang serius dengan seorang pria, begitupula Hinata. Kadang melelahkan jika memiliki kekasih yang kelewat santai!

Semua orang terus bertanya seperti apa rasanya? Hanya satu jawaban yang bisa Naruto dan Hinata berikan, yakni mereka sangat berbahagia bisa mengasihi satu sama lain selamanya.

Jatuh cinta pada seorang hamba Tuhan bukanlah sebuah kesalahan.

Naruto diminta Hiashi untuk menikahi Hinata, Naruto tentu saja menyanggupi permintaan itu, dalam lubuk hatinya ia masih sangat mencintai Hinata, mantan kekasihnya. Sedangkan Hinata merasa bingung dengan perasaannya sendiri, logikanya menolak memaafkan Naruto sejak kejadian malam itu, tapi kata hatinya memohon ingin kembali kepelukan Naruto.

Jika bukan keterpaksaan mungkin mereka tak akan berada di sana. Bagi seorang yang biasa melalui segala hal seorang diri, memiliki orang lain di sisinya bukanlah hal yang penting bagi Naruto. Namun Hinata merubah presepsi itu dalam sekejap menjadi kesengsaraan bagi Naruto jika mereka akhirnya tidak bersama.

Seorang samurai telah membuat perjanjian terlarang dengan Dewa Inari. Bahkan jika harus mati karena kutukannya, dia tidak peduli asal bisa melihat wanita itu hidup kembali.

Meyakini gadis yang lebih cocok disebut adik daripada kekasih untuk menikah sudah membuat Naruto nyaris gila. Namun dia tahu ini semua hanya soal pembuktian, dan Naruto akan memberikannya.

Sebab satu alasan pelik mereka harus berpisah. Namun berpisah pun tidak ada artinya saat hati masih menginginkan satu sama lainnya sehingga perayaan perpisahan itu terasa seperti omong kosong belaka.

Dalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, bukankah harus melakukannya bersama?

Saat hidup berjalan dengan semestinya, kenapa dia harus kembali seperti tamu yang tidak diundang hanya untuk menyambangi Hinata? Tak tahukah itu telah membangkitkan sisi posesif dalam diri Naruto hingga ke titik tertinggi.