helicema
Tahun 1998. Jakarta bukan lagi sekadar ibu kota-ia adalah ladang perjuangan, tempat harapan digerus oleh krisis dan kemiskinan. Di sebuah gang sempit yang lembab dan penuh bayang-bayang gelap, enam gadis remaja tumbuh dalam keterbatasan.
Sari Kusuma Dewanti, si pemikir yang selalu mencari jalan keluar. Maya Anindita, yang bermimpi menjadi dokter agar kemiskinan tak lagi merenggut nyawa. Rina Setyaningsih, calon guru yang ingin mengubah pendidikan untuk kaum miskin. Lilis Kartika, tulang punggung keluarga yang bekerja siang malam demi sesuap nasi. Dewi Nurmala, gadis yang melihat dunia melalui potongan koran bekas, bertekad menulis kebenaran. Dan Yanti Margawati, yang tubuhnya paling lemah, tapi jiwanya paling berani.
Di tengah krisis moneter yang melumpuhkan negeri, harga-harga melonjak, dan rakyat kecil semakin terhimpit. Mereka harus bertahan, mencari cara untuk terus bersekolah, makan, dan hidup. Namun, ketika suara demonstrasi mulai menggema di jalanan, mereka dihadapkan pada pilihan besar: tetap berjalan dalam garis yang telah digariskan untuk orang miskin seperti mereka, atau berdiri menentang ketidakadilan dan ikut dalam arus revolusi.
Di bawah langit Jakarta yang semakin muram, enam gadis ini tak hanya berjuang untuk hidup. Mereka berjuang untuk masa depan, untuk sebuah negeri yang lebih adil-atau setidaknya, untuk tidak lagi menjadi korban dari sistem yang selalu menindas mereka.
Namun, perjuangan selalu menuntut pengorbanan.
Dan mereka harus siap kehilangan segalanya.