hellnsoul
- Reads 24,328
- Votes 1,939
- Parts 47
[Revision process]
Rumah itu bukan yang terbesar, bukan pula yang termewah. Tapi di dalamnya tersimpan cerita tentang tawa, cinta, dan perjuangan seorang nenek yang membesarkan tujuh cucu laki-lakinya seorang diri.
Mereka berbeda. Sering berbenturan. Dan hanya, Nenek yang menjaga agar tujuh lentera itu tetap menjadi cahaya di tengah gelapnya luka.
"Kalian bisa terus membenci, tapi kalian juga harus sadar... kalau terus menggenggam bara, tangan kalian sendiri yang terbakar."
Begitu pesan Nenek, yang perlahan mulai terancam redup, tenggelam dalam amarah yang tak lagi bisa dibendung.
______________________________
"Bukan Mas doang yang sakit. Bukan Mas doang yang punya luka!" - Hasan, si usil yang menyimpan kecewa di balik tawa.
"Tugas kalian cukup banggain Nenek sama mendiang Bapak. Sesulit itu?" - Malik, si sulung yang tegas dan memikul beban terlalu lama.
"Mas pikir, cuman Mas yang mikir ini semua? Gue juga mikirin keluarga, Mas!" - Rian, si paling sensitif, yang sulit mengontrol diri.
"Kalian gak liat?! Galang masih di sini! Kenapa semuanya sibuk salahin satu sama lain, sementara Galang kalian tinggal?!" - Galang, si pengamat, yang sering dianggap remeh.
"Dari awal, Naka selalu usaha jaga semuanya tetep waras... tapi rasanya kaya ngurus bangkai rumah. Gak ada yang hidup di dalem sini." - Naka, si penengah yang mulai lelah.
"Gua takut! Gua takut kalo gua terus di sini, gua bakal benci sama kalian semua. Gua gak mau." - Janu, si pemberontak yang merasa tak pernah dimengerti.
"Mas tuh egois," - Gilang, si bungsu yang haus perhatian.
______________________________
Masih bisa kah mereka saling menggenggam... sebelum cahaya dalam diri mereka benar-benar padam?
Kamis, 20 Februari 2025