Awalnya hanya pertemuan biasa seperti tatapan singkat, percakapan ringan, dan tawa kecil yang terasa nyaman. Dari situ, perlahan tumbuh cinta. Bukan cinta yang sempurna, tapi cinta yang hadir karena saling memahami, saling menerima, dan saling bertahan meski dunia terus berubah. Mereka saling menyembuhkan. Mereka saling belajar. Hingga sebuah kejadian mengubah segalanya. Tragedi datang tak mengetuk. Meninggalkan luka yang tak terlihat oleh siapa pun... kecuali hati yang memikulnya sendiri. Ketika kenyataan dan masa lalu saling bertabrakan, cinta yang dulu menyelamatkan justru berubah menjadi beban yang tak tertanggungkan. Dan di tengah semua itu, muncul satu pertanyaan paling menyakitkan. Apakah cinta bisa tetap bertahan... jika sejak awal, ia tumbuh di atas bayangan masa lalu?

Anindhya adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya adalah kebanggaan keluarga-cerdas, ambisius, dan selalu tahu apa yang diinginkan. Adiknya manja, disayang, dan selalu jadi pusat perhatian. Sementara itu, Anin tumbuh di bayang-bayang keduanya-terlihat, tapi tak pernah benar-benar diperhatikan. Sejak kecil, hidup Anin sudah digariskan: jurusan kuliah harus sesuai keinginan Ayah, cara bicara harus seperti Kakak, dan masa depan harus "aman" menurut Ibu. Ia ingin menjadi pelukis, tapi orang tuanya bersikeras ia masuk kedokteran. Ia ingin hidup sederhana, tapi keluarganya menuntut prestasi demi status sosial. Di tengah tekanan yang terus menumpuk, Anin mulai mempertanyakan: siapa dirinya, dan untuk siapa ia hidup? Ketika sebuah kesempatan datang-magang di luar kota sebagai pelukis- Anin harus memilih: mengikuti jalan yang ia inginkan, atau tetap menjadi bayangan demi kebahagiaan orang lain.