Children of the Bleeding Wood. Berlatar di semesta Eredar (The Observer Code). "Darahku adalah darahmu." Aku adalah Banyu, anak dari Suku Kayu Darah... bukan penghuni hutan, tapi bagian darinya. Kami lahir dari getah, tumbuh dari akar, dan akan kembali menjadi tanah. Kami menyembah Ibu Cendawan, dewi yang bernyanyi dalam mimpi hutan. Kami memberinya darah sebagai persembahan. Dan Ia memberi kami berkah: makanan yang berlimpah, hewan menggemuk yang menyerahkan dirinya, dan jamur yang menangis dalam cahaya biru. Tapi kini, Hutan itu sakit. Sebuah wabah dari dunia abu di luar telah tiba, sebuah kelompok orang-orang membawa keheningan yang meracuni Ibu Cendawan, sang dewi kehidupan. Dukun Tetua berkata: "Ini adalah ujian dari Ibu." Semua orang menyambutnya sebagai tantangan yang harus dilawan dengan ritual keimanan. Tapi aku tahu... ini adalah penyakit.

Aku akan bangkit, polisi akan mengutuk namaku dan pemerintah akan takut akan namaku.

(telah selesai revisi) Ketika takdir memilihmu menjadi seseorang yang memegang kunci dalam memberantas kriminalisme. Seseorang yang dibutuhkan kehadirannya walau resikonya adalah orang-orang terdekat akan menjadi sasaran kejahatan Kevin putra, seorang lelaki berusia 19 tahun yang tanpa ia sangka dipilih untuk menjadi sang penjaga kota, kehidupannya yang awalnya hanya sebatas kupu-kupu, kini beralih menjadi sang pemberantas kejahatan yang memiliki resiko besar, Kehilangan orang yang ia cintai Buku pertama dari Deadhand series dan sedamg dalam tahap revisi.

[Kisah-kisah Terrena #1] Ketika Loriel, Kepala Penjaga Ilmu Pengetahuan Terrena yang cantik, berbakat, dan ambisius membangun sebuah mesin untuk menyediakan energi alternatif bagi Tujuh Benua Terrena, ledakan yang tak terduga melumpuhkan sepertiga penduduk dan menjadikan ia buronan paling dicari di Terrena. Dalam pelariannya, Loriel - bersama sahabat-sahabatnya dan mantan kekasihnya yang (ternyata belum) mati - mengungkap bahwa segala yang ia ketahui dan percayai adalah konspirasi palsu.

Dunia pernah damai hingga sang cahaya pecah. Aku melihatnya sendiri bagaimana mereka mengarak ibuku, memanggilnya pengkhianat, lalu memenggalnya di depan semua yang dulu bersumpah setia. Dan saat liontin di lehernya pecah, dunia ikut hancur bersamanya. Mereka menyebutnya penyucian. Tapi aku lebih suka menyebutnya pembantaian. Tak ada ampun, tak ada rumah. Hanya darah, dan kami yang terus berlari. "Jika cahaya itu bisa disatukan kembali... Apa kau pikir dunia akan berubah? Atau justru aku yang akan menghancurkannya sepenuhnya?" -----------°--- Bukan keadilan. Ini hanya dendam yang dibungkus atas nama kebenaran. Tak ada lagi nurani, hanya darah yang mengalir di jalanan. Kini, siapa yang pantas hidup?

Saat hukum bisa dibeli dan korban dijadikan aib, apa arti keadilan? Reysa kehilangan adik dan ibunya dalam satu tragedi yang dipelintir jadi bahan hinaan. Dunia membungkam suara mereka, sementara pelaku tertawa di balik topeng kehormatan. Reysa tidak lagi percaya pada sistem. Ia menyusup dengan jas putih-bukan untuk menyembuhkan, tapi untuk membalas. Keadilan bukan lagi soal bukti. Ini tentang siapa yang pantas untuk dihancurkan terlebih dahulu.