Empat remaja laki-laki-Aghatias, Auriga, Sagaras, dan Rui-yang awalnya saling asing tiba-tiba harus tinggal bersama di satu rumah peninggalan orang tua mereka. Meski terikat jalur keluarga yang rumit, keempatnya punya satu kesamaan: sama-sama kesepian dan sedang mencari arah hidup. Di tengah urusan sekolah, tugas praktik, cinta monyet, dan tagihan listrik yang sering telat bayar, mereka belajar bahwa "keluarga" nggak selalu soal darah. Kadang, justru lewat baku hantam rebutan odol atau begadang bareng bikin tugas, persaudaraan itu tumbuh diam-diam. Di bawah atap yang sama, mereka mulai mengurai luka masa lalu, saling menertawakan kekonyolan sehari-hari, dan menyadari... rumah itu bukan cuma tempat pulang, tapi tempat tumbuh.

Aurora, gadis ceria yang jatuh hati pada Airlangga-sosok dingin yang diam-diam menyimpan rasa. Saat cinta mereka akhirnya bersambut, segalanya justru berubah. Tragedi melanda SMA Bumantara, dan hadirnya Kalan, siswa baru misterius, membawa serangkaian kejadian aneh dan mengerikan. Cinta berubah menjadi teka-teki kelam. Siapa Kalan, dan apa yang dikorbankan demi cinta itu sendiri? Terkadang, rahasia terdalam tersembunyi dalam perasaan yang paling tulus.

Sekuel dari Atap yang Sama. Kisah tujuh jiwa berbeda yang disatukan menjadi sebuah keluarga tanpa hubungan darah di bawah atap yang sama.

Yang Haesa tahu adalah dia tidak memiliki ayah dan ibu. Bagi Haesa-Nenek Kasih satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki. Hingga hadirnya mereka dalam hidupnya membuat tatanan kehidupan Haesa berubah.

Reine tak pernah membenci hujan-meskipun hujan selalu mengingatkannya akan kenangan buruk. Tentang bagaimana orang-orang yang disayanginya pergi meninggalkannya dan tak pernah berbalik ke arahnya. Suatu hari, guru seni memberikan tugas: "Lukislah rumah impianmu." Tetapi berapa kali mencoba, Reine tak pernah bisa menggambar apa pun selain langit kelabu dan rumah yang tak pernah selesai. Hingga ia bertemu Jendra, anak baru yang ikut pertukaran pelajar. Laki-laki yang suka duduk di dekat jendela saat hujan dan melukis pemandangan hujan. Dari Jendra, Reine belajar bahwa hujan tak selalu berarti perpisahan. Kadang hujan adalah tanda bahwa seseorang akan datang membawa payung dan menaunginya dengan kehangatan baru. Saat Reine akhirnya menyelesaikan lukisannya, ia menggambar dua sosok berdiri di bawah payung-dan menulis di bawahnya: "Rumahku bukan tempat, tetapi seseorang yang tetap di sisiku meski langit sedang hujan."