"Hidup yang tidak dipikirkan, tidak layak dijalani" - Socrates. Ia tidak mencari surga. Juga tidak takut pada neraka. Yang Ia takutkan hanyalah satu hal, hidup tanpa tahu mengapa. Di saat orang-orang berlari mengejar bayangannya, Ia justru duduk dan bertanya. Tentang dunia, tentang cinta, tentang kehidupannya, bahkan tentang sendok yang selama ini membantu untuk menyuap nasi ke mulutnya. "Kenapa Harus Hidup?" adalah sebuah kisah penuh tanda tanya, dari seseorang yang tak pernah puas hanya dengan "karena memang sudah takdirnya." #1 - Filsafat (5-7-25)

Saka punya nama. Semua orang punya. Tapi di antara keramaian dan panggung-panggung besar, dia bertanya: "Apa gunanya punya nama... kalau maknanya tidak pernah dikenali?" Di jalan sunyinya, Saka menolak menjadi sekadar populer. Dia menulis untuk didengar, bukan untuk dijual. Dia berbicara bukan untuk terkenal, tapi untuk dimengerti. Dan setiap langkahnya membawa kita pada pertanyaan yang jarang kita sentuh: Apakah kita hidup untuk nama... atau untuk makna?

Apa jadinya jika tokoh dalam cerita sadar bahwa ia sedang dibaca? Di sebuah rumah yang mengingat lebih banyak daripada penghuninya, tinggal seseorang bernama Alun atau mungkin bukan. Ia tidak punya bayangan, tak muncul di cermin, dan hidup di antara waktu yang dicicil. Semakin ia diam, semakin rumahnya bicara. Semakin ia berjalan, semakin dirinya menghilang. Ini bukan tentang dunia yang aneh. Tapi tentang kesadaran yang perlahan sadar akan dirinya sendiri dan menyadari bahwa mungkin, ia tidak pernah benar-benar ada... kecuali dalam pikiranmu yang sedang membaca ini. -Hamji #1 - Filsafat (5-8-25)