ZAMAN KALABENDU Pada abad ke-9, di kala para pujangga masih menorehkan kidung di atas daun lontar dan para empu menempa keris pusaka di bawah cahaya purnama, berdirilah dengan megah Kerajaan Sandyakala. Sebuah negeri yang diberkahi kesuburan tanah dan kebijaksanaan para leluhur, di mana Kutaraja Amartapura berkilauan laksana permata di jantung peradaban Nusantara. Candi-candi batunya menjulang menggapai kahyangan, dan sungainya mengalir jernih laksana air mata dewi. Namun, di balik kemilau emas dan dinding candi yang kokoh, sebuah bayang-bayang mulai memanjang. Ambisi seorang pangeran bernama Sabdo Dengki telah menanam benih perpecahan di balairung istana. Ritual-ritual baru yang ia perkenalkan demi kejayaan semu mulai meracuni hawa dan meresap ke dalam tanah. Angin tak lagi membawa wangi bunga dari puncak gunung, dan air sungai tak lagi sejernih mata air surga. Keseimbangan agung antara Langit dan Bumi, yang telah dijaga selama berabad-abad, kini berada di ambang keretakan. Para brahmana cemas menatap bintang yang meredup, dan para pertapa di hutan merasakan bumi mengerang dalam tidurnya. Sandyakala, sang Senja Kala, perlahan mulai menampakkan takdirnya sebagai sebuah zaman yang dirundung malapetaka. Ketika para kesatria paling perkasa terdiam oleh intrik istana dan para brahmana paling suci tak lagi mampu membaca kehendak semesta, dari sudut-sudut jagat yang paling terlupakan, kekuatan apa yang akan bangkit untuk menjawab jeritan zaman? Dan akan seperti apa wujud penyelamat di sebuah Zaman Kalabendu?