Willkaje
"Bahkan di zaman yang sudah berkembang, ingatanku masih saja terjebak dalam waktu bersamamu."
Begitulah pikir seorang pemuda yang masih hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Tak seperti manusia pada umumnya, Narel hidup di dalam pikirannya sendiri - setiap hal yang ia lakukan selalu berakhir menyakitkan, meski selalu diawali dengan keindahan.
Umur hanyalah angka; deretan panjang yang bagi Narel terasa singkat, Baginya angka itu hanya jembatan yang memiliki ujung.
Ia harus merasakan sakit di usia muda, lalu berakhir meninggalkan dunia. Saat tubuhnya menyerah pada waktu, otaknya memutar setiap potongan hidup yang bermakna. Di antara batas sadar dan lenyap, otaknya memutar kembali kisah cinta yang dulu hangat: tatapan mata, genggaman tangan, suara lembut yang dulu memanggil namanya.
Dan di detik terakhir itu, ia tersenyum - karena cinta yang pernah ada tak pernah benar-benar mati.
Namun waktu hanya bisa memutar keindahan yang tersisa dalam dirinya. Waktu menghapus hal-hal yang pernah melukainya. Bahkan waktu menghapus semua orang yang pernah singgah - tapi meninggalkan luka pada Narel.
Waktu berhasil menyelamatkannya berkali kali namun narel berhasil membuat waktu menunjukan bahwa setiap kenangan indah yang ia miliki tersimpan rasa sakit di setiap orang .
Dari situ narel hanya pasrah ia memerankan layar terakhirnya dengan baik tanpa mengeluh.