Ada tawa yang terdengar paling nyaring saat luka paling dalam disembunyikan. Ada pelukan yang terasa hangat meski hati sedang dingin. Ada persahabatan yang terlihat utuh, padahal perlahan-lahan kehilangan bentuknya. Tiga hati saling menggenggam, berjanji untuk tetap bersama meski arah hidup membawa badai yang berbeda. Dari cinta yang tak lagi seindah dulu, keluarga yang tak pernah benar-benar mengerti, hingga pertanyaan-pertanyaan sunyi tentang makna keberadaan. Ketika keheningan menjadi lebih sering daripada kata-kata, dan air mata jatuh saat tak ada yang melihat-mereka belajar, bahwa tak semua perpisahan dimulai dengan kepergian. Dan tak semua luka meminta untuk disembuhkan. Ini adalah kisah tentang diam yang bercerita, tentang cahaya yang perlahan meredup, dan tentang keberanian untuk bertahan dalam temaram.

Apakah persahabatan akan tetap utuh... jika hati mulai saling memilih diam-diam? Empat remaja, empat hati yang saling terikat dalam sebuah janji. Callie, si periang yang membangun lingkar persahabatan dari puing-puing masa kecilnya. Niki, gadis kuat yang menyembunyikan lukanya di balik senyuman. Fawwaz, lelaki hangat yang lebih memilih memendam rasa demi menjaga yang berharga. Dan Harlan, sosok misterius yang diam-diam menyimpan harapan di balik tatapan. Mereka bersumpah untuk tak pernah jatuh cinta satu sama lain. Sebuah aturan yang diciptakan demi menjaga utuhnya sebuah geng persahabatan. Tapi, bagaimana jika perasaan tumbuh seperti benih yang tak bisa dicegah hujan? Bagaimana jika dua hati bersaing demi satu yang sama? Di antara tawa, tangis, dan deru motor yang menggila di malam hari- ada rahasia yang terbuka, luka yang menganga, dan keputusan yang harus ditebus dengan nyawa. Hingga satu momen mengubah segalanya, dan semua potongan hati yang berserakan harus dicari, dipahami, atau mungkin... dilepaskan. Karena cinta tak pernah datang tanpa kehilangan. Dan mungkin, untuk menemukan kembali yang hilang, mereka harus rela menjadi The Lost Pieces lebih dulu.

"Kamu selalu duduk di sini?" "Iya. Ini tempat paling tenang buat dengerin dunia tanpa harus bicara." Dirga Maheswara bukan sekadar siswa teladan jurusan IPA. Ia Ketua OSIS yang terkenal disiplin, teratur, dan anti kompromi. Bagi sebagian orang, dia sempurna. Tapi tak ada yang tahu bahwa di sudut sekolah-tempat yang sepi di balik tangga menuju kelas 11 IPS-ia menyimpan sisa-sisa luka masa kecil yang diam-diam membentuk siapa dirinya hari ini. Hingga suatu hari hujan membawa Maura Ellysia Wiguna ke hidupnya. Seorang gadis IPS yang suka memutar lagu lewat earphone dan menghindari sorotan. Meski wajahnya sering terpampang di iklan dan majalah remaja, Maura justru tak pernah menikmati popularitas. Pertemuan pertama mereka sederhana: sebuah payung, hujan deras, dan diam yang menyentuh. Pertemuan selanjutnya? Takdir mulai menulis cerita mereka. Tapi dunia sekolah tak sesederhana itu. Dirga punya aturan yang dia ciptakan sendiri-larangan pacaran bagi anggota OSIS. Dan Maura adalah adik dari sahabat terdekatnya. Perasaan pun berubah jadi konflik. Rahasia terbongkar. Nama dipertaruhkan. Dan cinta harus memilih: bertahan atau pergi. "Kalau kita dengar lagu yang sama, mungkin kita bisa jalan di irama yang sama juga."