[COMPLETED] "Dua tahun lalu profit perusahaan sedang surplus besar-besaran, Gawin. Itu namanya CSR, Corporate Social Responsibility, atau bahasa mudahnya: sedekah biar pajakku turun," ujar Joss santai. "Jadi nyawa mereka cuma buat pengurang pajak lo?" Gawin menatap Joss dengan tatapan tidak percaya, seolah ia sedang melihat monster. "Bisnis adalah bisnis. Tahun ini kita akan ekspansi gedung VIP baru, aku butuh likuiditas dana yang besar," jelas Joss tanpa rasa bersalah. "Dan pos pengeluaran yang paling tidak berguna dan hanya membakar uang adalah departemenmu itu," lanjut Joss dengan telunjuk mengarah pada Gawin. "Tidak berguna? Gue baru aja pulang dari desa, gue berhasil bikin tiga pasien pasung bisa jalan lagi!" seru Gawin membela diri. "Gue berhasil bikin anak-anak disabilitas mental di sana bisa makan sendiri tanpa disuapi! Itu kemajuan, Joss!" tambah Gawin dengan mata berapi-api. Joss tertawa kecil, tawa yang tidak sampai ke mata, tawa yang terdengar sangat menghina di telinga Gawin. "Selamat, kau berhasil mengajari orang gila makan sendiri. Berapa keuntungan yang masuk ke rekening rumah sakit dari prestasimu itu?" tanya Joss sinis. "Nol besar," jawab Joss sendiri sebelum Gawin sempat membuka mulut. "Lo... lo bener-bener nggak punya hati ya?" bisik Gawin dengan suara parau. "Gue punya otak, Gawin. Sesuatu yang sepertinya tidak kau miliki karena terlalu sibuk main jadi malaikat di lumpur," hina Joss telak.

[COMPLETED] "Woi, ngelamun aja lo. Liatin Pangeran Es lo lagi, ya?" ledek Nani, seringainya lebar. Gawin langsung salah tingkah. Ia buru-buru meraih sendok dan pura-pura sibuk mengaduk es tehnya yang sebenarnya sudah larut sempurna. "Apaan sih lo? Gue lagi mikirin tugas, tau." "Halah, bohong," timpal Win, akhirnya meletakkan ponselnya. "Dari tadi mata lo nggak lepas dari sana. Udah, samperin gih." "Gila lo? Mau mati gue?" balas Gawin cepat, suaranya sedikit panik. Seolah mendengar nama-Nya disebut, Joss tiba-tiba mengangkat kepalanya. Pandangan mereka bertemu hanya dalam sepersekian detik. Waktu terasa berhenti. Jantung Gawin serasa melompat ke tenggorokannya. Namun, tidak ada reaksi berarti dari Joss. Ia hanya menaikkan satu alisnya sekilas, terlihat sedikit bingung, lalu kembali fokus pada bukunya seolah tidak ada yang terjadi. Gawin buru-buru menunduk, wajahnya terasa panas.

Gawin (22), mahasiswa Arsitektur, telah menghabiskan bertahun-tahun sendirian. Baginya, kedamaian terletak pada kesendirian di sudut-sudut kafe yang sepi, meyakinkan dirinya bahwa ia bahagia sendirian. Ia membangun tembok kokoh yang bahkan sahabat protektifnya, Praew, tidak bisa menembusnya. ​Namun, segalanya berubah saat Joss (24), senior Bisnis yang memiliki aura seperti matahari terbit dan dikenal sebagai social king kampus, masuk ke dunianya. ​Joss adalah segalanya yang Gawin hindari: berisik, menarik perhatian, dan tanpa henti mendesak. Sebuah proyek gabungan yang tak terhindarkan memaksa dua kutub ini berdekatan. Awalnya, Gawin merasa terganggu, tetapi Joss melihat sesuatu yang tersembunyi di balik mata Gawin yang dingin. ​Dengan keuletan yang membuat Phi Tawan (sahabat Joss) geleng-geleng kepala, Joss mulai meruntuhkan tembok pertahanan Gawin, mengajaknya keluar, dan memperkenalkannya pada sebuah kehidupan yang lebih cerah. Untuk pertama kalinya, Gawin harus mengakui: Mungkin dia salah tentang kebahagiaan. ​Tetapi, ketika hubungan mereka semakin dalam, ketakutan lama Gawin kembali muncul-ketakutan akan ketergantungan dan ditinggalkan, terutama dengan munculnya Kaan, saingan romantis dari masa lalu. ​Dapatkah Joss meyakinkan Gawin bahwa ia layak untuk dicintai, atau akankah Gawin memilih untuk kembali ke kesendiriannya yang "aman," melupakan perubahan yang telah dibawa oleh satu orang itu?

"In laughter, chaos, and quiet evenings, they discovered a love that needed no explanation." Di tengah hiruk-pikuk Jakarta Selatan, Jonathan Abhuman, seorang pemuda modern dengan kehidupan mapan dan sedikit cuek, menemukan seekor makhluk kecil yang tak biasa: Catskey, kucing hitam kecil dengan mata emas yang imut, lugu, dan penuh rasa ingin tahu. Tapi Catskey bukan kucing biasa-ia memiliki kemampuan ajaib untuk berubah menjadi manusia, meski kadang masih mempertahankan telinga dan ekor kucingnya. Awalnya, hubungan mereka sederhana: Jojo menyediakan rumah, Catskey belajar hal-hal manusia yang dasar, mulai dari makan, membaca, sampai olahraga. Namun seiring waktu, kehadiran Catskey membawa warna baru dalam hidup Jojo: tawa, kebingungan lucu, dan perasaan yang makin hangat. Catskey yang polos, manja, dan lembut, perlahan mulai memahami dunia manusia-mulai dari rasa penasaran tentang cinta hingga ketergantungan emosional pada Jonathan. Sementara Jojo, yang awalnya hanya ingin menjaga makhluk kecil ini, menyadari bahwa rasa ingin melindungi Catskey telah berkembang menjadi cinta tulus yang dalam. Dari momen-momen kecil yang manis: Catskey menempel di pangkuan Jonathan, latihan gym yang kocak, belajar memasak, sampai obrolan serius tentang perasaan-kedekatan mereka berkembang menjadi rumah bagi hati masing-masing. Kisah ini adalah perjalanan dua jiwa yang berbeda, menemukan satu sama lain, dan belajar bahwa cinta bisa hadir dari bentuk yang tak terduga, tetapi tetap hangat, tulus, dan abadi. // Written by Faysaluna

[COMPLETED ON KARYA KARSA] Lima tahun. Sudah lima tahun sejak malam itu. Sejak pertengkaran hebat di apartemen sempit mereka, sejak Joss memilih pergi demi "masa depan" yang dijanjikan ibunya, dan meninggalkan Gawin yang memohonnya untuk tinggal. "Satu... Iced Americano," suara Joss keluar serak, nyaris tidak dikenali oleh dirinya sendiri. Tenggorokannya terasa kering, seperti baru saja menelan pasir. Gawin berkedip, seolah tersadar dari trans. Dia buru-buru membuang muka, menghindari tatapan Joss dengan gerakan yang kaku dan panik. "S-satu Iced Americano," ulangnya, suaranya bergetar. Dia tidak berani menatap Joss lagi. Tangannya gemetar saat memasang kembali portafilter ke mesin kopi. "Gawin," panggil Joss. Suaranya rendah, menuntut.

​Joss Wayer memiliki segalanya, perusahaan sukses, keluarga yang menyayangi, dan calon istri yang cantik. Gawin Kaski tidak memiliki apa-apa selain toko rotinya-WAKI Bakery-dan cinta terpendam yang ia simpan sendirian untuk Joss, sahabatnya sejak SMP. ​Pernikahan Joss dan tunangannya, Nune, seharusnya menjadi awal bahagia. Namun, ketika Nune menghilang tepat di hari-H, rasa malu mengancam keluarga Wayer. Di tengah kekacauan, Gawin maju, menawarkan diri untuk berdiri di altar. ​Inilah awal dari pernikahan tanpa cinta, sebuah perjanjian persahabatan yang menempatkan Gawin sebagai 'pengantin pengganti'. ​Hari-hari berjalan seperti biasa, namun hati Joss perlahan tergelincir. Pria lurus itu mulai meragukan perasaannya sendiri. Di saat bersamaan, Nune kembali, memohon maaf dan menuntut tempatnya semula. Joss mulai terombang-ambing, membuat Gawin terabaikan dan sadar bahwa ia memang hanya pemeran pengganti sementara. ​Gawin memilih untuk mengalah, mengajukan perceraian demi kebahagiaan Joss.

Hai... Hai... Hai... Aku balik lagi dengan cerita baru dari JossGawin🤗🤭 Semoga suka ya juga sama ceritanya ini🥰😍🤗🤭 Langsung saja baca ke Bab 1 ya karena aku gak bikin Deskripsi cerita 😍🥰🤗

[COMPLETED] "Mikir apa?" "Dulu," kata Joss, suaranya merenung. "Ayah gue selalu bilang kalau warisan itu tentang apa yang kita tinggalin. Gedung. Uang. Nama baik." Joss membuka matanya, menatap Guinzly yang tidur dengan mulut sedikit terbuka, persis seperti Gawin. "Gue abisin separuh hidup gue buat ngebangun warisan itu," lanjut Joss. "Gue jadi dingin. Gue jadi mesin. Gue pikir itu cara buat abadi." Gawin mengelus rambut Joss, melepaskan ikatan karet gelang warna-warni yang dipasang Guinzly tadi. "Dan sekarang?" Joss meraih tangan Gawin, mencium telapak tangannya. "Sekarang gue tahu dia salah." Joss berdiri. Dia merangkul pinggang Gawin, menariknya mendekat di tengah kamar anak mereka yang remang-remang.

Berawal dari pertemuan singkat yang tidak disengaja membuat dua manusia dengan jenis kelamin yang sama terjalin dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Hello! this is JossGawin lokal story ⚠️ lapak BxB enjoy reading!

[UPDATE SETIAP HARI] "Jangan pernah pergi lagi," bisik Joss pelan, suaranya serak karena emosi, tangannya mengusap punggung Gawin dengan lembut. Gawin tersenyum, matanya sudah terasa berat. Ia mendongak sedikit untuk memberikan ciuman kecil di dada Joss. "Tidak akan," jawabnya. "Aku sudah di rumah."