pecintasenjamu
- Reads 1,562
- Votes 294
- Parts 14
"Benci aku, jika kau mau, tapi kau milikku sekarang." Bisiknya.
Seraphina ingin berteriak, ingin menggores wajah dingin itu dengan kuku-kukunya. Tapi tubuhnya lemah, dan para prajurit telah mengikat kedua tangannya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menatap dengan kebencian yang membara.
Lucien tersenyum melihat itu, senyum puas dari seorang penakluk.
Ia tidak membunuh Seraphina, Ia sengaja membawanya hidup-hidup, menyeretnya melintasi jalanan yang penuh mayat rakyatnya sendiri, menempatkannya di pelana kudanya seolah ia hanya sebuah piala perang.
Semua yang melihat tahu, Grand Duke Lucien D'Arcelis Vaelthorne tidak hanya menghancurkan sebuah kerajaan. Ia merenggut permata paling berharga dari tanah itu, menjadikannya bukti keangkuhannya.
•                                
Beberapa pekan kemudian, Seraphina dibawa ke ibu kota Kekaisaran. Istana besar menjulang, indah tapi mencekam. Setiap langkahnya terasa seperti rantai yang mengekang.
Lucien menyeretnya ke hadapan Kaisar. Dengan kepala tertunduk, Seraphina mendengar suara-suara yang samar, para bangsawan membicarakan keindahannya, kebencian mereka terhadap keberaniannya, dan rasa iri karena Lucien membawanya sendiri.
Kaisar menatapnya lama, kemudian tertawa kecil.
"Putri dari negeri kecil yang keras kepala, cantik sekali."
Lucien berlutut di hadapannya, bukan dengan kerendahan hati, melainkan sebagai bentuk permainan politik.
"Aku mempersembahkan gadis ini sebagai bukti kemenangan, Yang Mulia."
Kaisar tersenyum puas. Namun daripada membunuhnya seperti yang Seraphina harapkan, kaisar justru berkata:
"Dia milikmu, Lucien." ucap sang kaisar dengan nada penuh penghinaan. "
"Biarlah dia hidup sebagai saksi kekalahan negerinya. Itu akan lebih menyakitkan daripada kematian."
Dan sejak hari itu, matahari kerajaan kecil yang telah padam berubah menjadi pelayan paling hina.