Di balik judul "𝗥𝗶𝗻𝗱𝘂 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸𝗺𝘂,𝗗𝗶𝗿𝗴𝗮", tersimpan kisah tentang cinta yang tak bisa dimiliki. Sebuah cinta yang pernah dekat, kini hanya bisa dirasakan lewat kata-kata dan kenangan. Dari tawa sederhana hingga momen hening yang abadi, setiap perasaan disalurkan lewat tulisan-surat, catatan, dan rindu yang tak terkirim. Dua hati pernah bertemu, dua tangan hampir bersentuhan, tapi jarak dan waktu memisahkan. Ini bukan tentang kembali bersama, tapi tentang menghargai setiap detik yang pernah ada, menyimpan rindu tanpa harus memiliki, dan belajar melangkah sambil tetap menjaga cinta di hati. Sebuah cerita tentang 𝗿𝗶𝗻𝗱𝘂, 𝗵𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴, 𝗱𝗮𝗻 𝗰𝗶𝗻𝘁𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗯𝗮𝗱𝗶. --- 𝗣𝗿𝗼𝗹𝗼𝗴: 𝗞𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗞𝗶𝘁𝗮 Dulu, aku dan Dirga pernah berjalan di jalan yang sama, berbagi tawa, cerita, dan mimpi. Setiap hari terasa ringan karena kita ada untuk satu sama lain, dan dunia di sekitar kita terasa lebih hangat saat bersamanya. Aku ingat cara dia menatapku dengan mata yang selalu penuh perhatian, cara tangannya menggenggam tanganku seakan memberi rasa aman, bahkan cara dia tersenyum pada hal-hal kecil membuatku jatuh cinta berkali-kali. Namun, waktu dan takdir berjalan berbeda. Kita harus berpisah, berjalan di jalannya masing-masing. Aku tidak marah, aku tidak menyesal, hanya ada rasa rindu yang terus tersisa. Rindu itu bukan untuk kembali memaksakan cinta, tapi rindu pada seseorang yang pernah begitu berarti, seseorang yang meninggalkan jejak di hatiku yang tidak bisa dihapus. Prolog ini adalah pengingat, bahwa cinta kadang bukan tentang memiliki, tapi tentang menghargai setiap momen yang pernah ada-dan tetap membiarkan rindumu hidup di hati, walau jarak memisahkan.