Di kota yang tak pernah tidur, hujan turun tanpa henti seolah mencoba membasuh dosa yang tertanam di setiap dinding beton. Dua kekuatan besar saling berhadapan , Crimson Wolf, geng muda yang tumbuh dari amarah dan ambisi, melawan White Serpent, organisasi tua yang berakar dari bayangan. Di tengah perang dingin yang mematikan itu, muncul sosok Jiang Xiaoshuai, putra keluarga Jiang yang selama ini disembunyikan dari dunia bawah. Lembut, tenang, dan tampak rapuh, ia seharusnya hanyalah bayangan di balik nama besar White Serpent. Namun di balik senyum dan tatapannya yang jernih, tersimpan sesuatu yang bahkan Chengyu, kakak angkat sekaligus pewaris organisasi itu, tidak benar-benar mengerti. Pertemuan tak terduga antara Xiaoshuai dan Chi Cheng, pemimpin kejam Crimson Wolf, di malam hujan berdarah membuka rantai peristiwa yang perlahan mengubah keseimbangan kota. Siapa sebenarnya Jiang Xiaoshuai? Anak yang terlindungi... atau racun yang menunggu waktu untuk bangkit?

Jiang Xiaoshuai, seorang wartawan muda idealis, tanpa sengaja menemukan bukti skandal gelap seorang politisi berkuasa, Chi Cheng. Alih-alih membungkamnya dengan cara biasa, Chi Cheng justru menyeret Xiaoshuai ke dalam sebuah "perjanjian bayangan" yang tak memberinya jalan keluar. Di antara ancaman, ambisi, dan cinta terlarang, keduanya terikat pada rahasia yang perlahan menghancurkan hidup mereka.

Jiang Xiaoshuai hanya ingin hidup tenang, bekerja santai sebagai resepsionis baru di hotel termewah di kota, Zenith Hotel. Tapi siapa sangka, di pagi paling sial dalam hidupnya, ia malah menumpang mobil orang asing yang ternyata adalah Chi Cheng, Presiden Direktur hotel tempat ia bekerja. Dari situlah semuanya berawal: Sebuah kesalahan kecil, tatapan tajam yang sulit dilupakan, dan detak jantung yang entah kenapa selalu berdebar setiap kali pria itu lewat di lobi. Saat sahabat gilanya, Wu Suowei, tahu cerita itu, ia malah menjadikan segalanya "misi besar" Misi Menaklukkan CEO Dingin Berwajah Malaikat. Namun, dalam setiap langkah kecil untuk menaklukkan sang CEO, Xiaoshuai justru mulai terjebak... bukan dalam permainan, tapi dalam perasaan yang perlahan tumbuh di luar kendalinya. Di antara kejenakaan, kesalahpahaman, dan tatapan yang terlalu dalam untuk diartikan, Xiaoshuai akan belajar satu hal: bahwa cinta, sama seperti Zenith, selalu berada di titik tertinggi yang tidak bisa dijangkau dengan logika.