Real life
1 story
Scenario by Hisagada
Hisagada
  • WpView
    Reads 60
  • WpVote
    Votes 30
  • WpPart
    Parts 2
Kata Bang Ahmad, jadi seorang abang itu mirisnya minta ampun. Baru juga pulang kerja, napas masih tersengal karena naik motor tanpa rem depan, eh sudah disambut dua tangan dari dua manusia berbeda dengan gaya dramatis: "Bang, minta duwet!" Satu dari depan, satu dari samping. Seolah-olah dia itu ATM berjalan. Ya Tuhan, kadang pengen nampol, tapi tangannya sendiri juga kosong. Salah satu dari dua manusia itu adalah Mbak Adis, makhluk Tuhan yang hidup dengan prinsip spiritual: "Besok pasti ada rezeki lagi." Entah dia yakin dari langit mana rezeki itu bakal nyangkut, tapi yang jelas, setiap uang mampir ke tangannya, langsung lenyap tanpa sisa. Katanya, "Uang itu dikasih buat dihabiskan!" dan dengan bangga ia menyebut dirinya ahli ekonomi aliran boros-positif. Bertentangan sekali dengan filosofi hidup si bungsu. Nah, kalau Si bungsu, si Andin, dia itu semacam menteri keuangan pribadi keluarga. Penganut garis keras peribahasa "Hemat pangkal kaya" dan penyembah potret Soekarno di lembaran merah. Uang bukan hanya disayang, tapi dipeluk erat-erat, diselipkan di bawah bantal, bahkan kadang dicium sebelum tidur. Pekerjaan tetapnya? Menggandakan uang-tapi bukan seperti dukun, melainkan dari kakak-kakaknya. Entah lewat rayuan, intimidasi halus, atau modus "pinjam dulu ya", ujung-ujungnya dompet abang dan mbaknya kempes, Andin tersenyum lebar. Dan begitulah, rumah mereka bukan sekadar tempat tinggal, tapi juga arena sirkus finansial: satu kerja, dua minta, satu nabung, dua ngabisin. Kadang pusing, tapi kalau dipikir-pikir, ya itulah seni hidup dalam keluarga-saling menodong dengan cinta.