Start : 5 April 2023 End : 23 April 2025 Sejatinya Biru adalah milik lautan.. Highest Rank : #1 Minji #13 Sastra #3 Laut --- Pulang Sebagian Karya: AmorFati Amarta, seorang dokter muda yang membalut luka orang lain sambil menyembunyikan lukanya sendiri. Sepuluh tahun sejak tsunami mengubur masa kecilnya, ia tumbuh dari puing-puing menjadi sosok yang tangguh. Di balik senyumnya, ia menunggu seseorang yang selalu kembali-Janu, sang pelaut dengan cinta yang tak pernah karam. Di sisi lain, ada Biru-pemuda yang dua kali menantang maut dan dua kali kembali dari gelombang yang hendak menelannya. Hidupnya seperti lautan: liar, penuh riak, dan tak pernah bisa ditebak. Senja adalah dermaganya, satu-satunya tempat yang membuatnya ingin bertahan. Tapi tidak semua yang pergi bisa pulang dengan utuh. Ada luka yang tertinggal, ada nama yang tak sempat diucap, ada cinta yang datang di tengah badai dan bertahan saat segalanya nyaris tenggelam. Ini adalah kisah tentang kehilangan, tentang mencintai yang patah, tentang rumah yang tak selalu berbentuk bangunan-kadang hanya sepasang tangan yang membentuk atap di udara, dan hati yang bertaut meski separuhnya tak pernah kembali. ---

Judul: Kita Baik-Baik Saja, Kan? Genre: Drama keluarga, coming-of-age, slice of trauma, a sprinkle of healing. Ayudisa Citraloka Cokroatmojo tumbuh dalam keluarga besar yang hangat dan kacau dengan dua belas kakak laki-laki dan orang tua yang penuh warna. Tapi suatu hari, segalanya berubah. Sebuah tragedi menelan setengah dari hidupnya. Enam kakak, satu ibu, satu ayah-semuanya pergi dalam satu hentakan waktu. Rumah yang dulunya ramai tawa jadi sunyi oleh luka yang tak pernah benar-benar selesai dibicarakan. Yang dulu membalut, sekarang menyayat... Disa mati, mati bukan dalam artian harfiah. Ironisnya... kakak-kakaknya yang membunuhnya sendiri. Pada saat itulah, Disa hidup kembali. Dalam versi yang lebih kuat. Ansera Niskalawastu. Meskipun meninggalkan Cokroatmojo yang terus bertanya-tanya. "Kita baik-baik saja, kan?"

𝗦𝗲𝗺𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴, 𝟭𝟴𝟳𝟭 𝗠 𝗗𝗶𝗿𝗷𝗮 𝗠𝗮𝗻𝗴𝘂𝗻𝗸𝘂𝘀𝘂𝗺𝗼. 𝗔𝘁𝗺𝗮 𝘁𝗮𝗸 𝘀𝗲𝗺𝗽𝘂𝗿𝗻𝗮 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗽𝗮𝗵𝗮𝘁𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗸𝘀𝗮 𝗽𝗮𝗿𝗶𝗽𝘂𝗿𝗻𝗮. 𝗦𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗵𝗮𝗿𝗮𝗷𝗮 𝗮𝘁𝗮𝘀 𝗮𝘀𝗺𝗮𝗿𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗯𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝘆𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗿𝗮 𝗺𝘂𝗿𝗸𝗮. 𝗖𝗶𝗻𝘁𝗮 𝘁𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗻𝗮𝗵 𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗮𝗸𝗵𝘁𝗮. 𝗞𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗸𝗮𝗱𝗮𝗻𝗴 𝗰𝗶𝗻𝘁𝗮 𝘁𝘂𝗺𝗯𝘂𝗵 𝘁𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗮𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮. . . "𝘒𝘪𝘯𝘪, 𝘱𝘦𝘴𝘵𝘢 𝘱𝘰𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘶𝘨𝘦𝘭𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘨𝘢𝘩. 𝘔𝘦𝘳𝘪𝘢𝘩 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘳𝘪𝘣𝘶 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘱𝘶𝘳𝘯𝘢𝘮𝘢. 𝘈𝘭𝘶𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘪𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘯𝘺𝘢𝘯𝘺𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘰𝘥𝘪𝘬𝘯𝘺𝘢. 𝘉𝘦𝘴𝘦𝘳𝘵𝘢 𝘵𝘢𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘪𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘱𝘰𝘳𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘤𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘤𝘢. 𝘚𝘦𝘨𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘢𝘪𝘳𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘶𝘵𝘶𝘢𝘯𝘨, 𝘮𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨! 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘸𝘢" ~ 𝘕𝘪𝘳𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘪 . . . . NB : Penulis tentu menyadari bahwa cerita ini jauh dari kata sempurna. Jika ada kesalahan, penulis siap menerima kritik yang mampu membangun karya ini.

Pundaknya adalah tempat aku bersandar. Tapi dia juga manusia. Sama rapuhnya karena memang tertindas oleh batu yang sama. Ia tak lebih baik, tak juga lebih hebat. Hanya saja ia sedikit lebih kuat. Supaya runtuhnya tetap utuh tersisa, tak tersapu oleh ombak. "Bersandar kepada Mas itu sama halnya dengan bersandar pada dinding kayu yang rapuh, Na. Kamu akan ikut jatuh. bahkan tertimpa runtuhannya" "Runtuh itu biarlah utuh supaya aku tak lupa, bahwa dulunya ia adalah rumah tempatku berteduh" "Sakit? lo bilang sakit? itu nggak lebih akit dari apa yang gue rasain saat keluarga gue nyaris hancur gara-gara nyokap gundik lo itu, bangsat!" "Na cuma butuh Mas Aru...untuk kali ini saja"