maryzsa's Reading List
4 stories
My Diary by saffamt
My Diary
saffamt
  • Reads 745,231
  • Votes 26,375
  • Parts 63
#15 Poetry - 12 November 2017 #17 Poetry - 13 April 2018 Setiap malam, ditemani dengan bintang, kutuangkan isi hati; luka, derita, asa, melalui tinta yang tergores dalam lembar diary. Copyright ©2015 by Saffamt
Cage of Love (Who Causes a Broken Heart?) by saffamt
Cage of Love (Who Causes a Broken Heart?)
saffamt
  • Reads 1,375,973
  • Votes 40,283
  • Parts 25
#7 teenfic - 17 Januari 2016 Raka dan Aurel adalah dua orang yang hidup di dalam piano. Keduanya berbicara melalui instrumen, yang tidak semua orang pahami. Barangkali itu penyebab keduanya merasa saling membutuhkan sebab suatu kesamaan, walaupun pada kenyataannya tidak, mereka justru dua orang yang dibatasi sekat kuat. Raka seperti piano yang kehilangan partiturnya. Dan Aurel, adalah piano yang mengejar dentingan piano yang kehilangan partiturnya. Ini tentang Raka dan Aurel yang tidak menyadari bahwa hidup bukan hanya berisikan sebuah kesamaan adalah sebuah kecocokan, namun, lebih dari itu; sesuatu penting dalam hidup keduanya yang tidak mereka sadari. ©Saffamt 2015
The Ex [Completed] by rafixp
The Ex [Completed]
rafixp
  • Reads 809,990
  • Votes 67,300
  • Parts 40
"Masih doyan flashback? Norak. Kenangan itu adanya di belakang. Kalau kangen, lirik aja lewat spion. Nggak usah repot-repot nengok apalagi puter balik. Itu bahaya buat diri lo sendiri," kata Bang Raka. Start : Januari 2015 End : 17 Juli 2017
Trust by dhitapuspitan
Trust
dhitapuspitan
  • Reads 4,213,569
  • Votes 273,717
  • Parts 54
Hidupnya indah, pada masanya. Satu masalah datang membuatnya bertransformasi menjadi dia yang lain, yang tak dikenal dan tak mau dikenal. Hidupnya berubah hitam, monoton, tak bergairah. Namun, ketika muncul setitik harapan cerah yang datang untuk membantunya kembali bangkit, hal lain muncul. Ragu itu muncul ketika harus dihadapkan pada kata percaya. Percaya untuk percaya dengan ketulusannya, atau tidak percaya karena banyak asumsi buruk yang berputar di kepalanya. Bagaimana jika ketulusan itu hanyalah kepalsuan? Ketika ia percaya, hanyalah penyesalan yang tercipta. Namun, bagaimana jika sebaliknya, ketulusan itu benar-benar sebuah ketulusan? Namun, pada kenyataannya ia masih berada di antara keduanya. Berpikir antara ya dan tidak, antara percaya dan tidak percaya. Terpaku pada garis yang sama, dengan satu ragu untuk memilih jalan yang mana. Ia tak mau salah untuk memilih. Lagi. Karena terakhir kali ia percaya, yang dipercayai mengkhianatinya.