silvarani
Batavia 1852...
Di sebuah pesta dansa perumahan Elit Weltevreden[1].
"Wil je met mij dansen, juffrouw?[2]" Setelah pertemuan ketiga terwujud, Frederick yang tak bisa berbahasa Prancis itu memberanikan diri untuk berdansa dengan Rosemarie de Lafayette. Gadis itu adalah seorang bangsawan Prancis yang sedang menemani ayahnya berwisata di Batavia.
Gadis bersanggul bunga mawar itu tak mengerti dengan perkataan Frederick. Ia tak bisa berbahasa Belanda. Ia hanya menebak dari gestur tubuh sang tentara yang mengulurkan tangan kanan padanya.
"Bien sur. Mais, je ne peux pas danser, Monsieur,[3]" ucap sang gadis tersipu malu.
Rosemarie tahu jika malam ini adalah malam terakhir Frederick berada di Batavia. Ia dengar dari ayahnya tadi siang bahwa pesta dansa ini digelar untuk melepas para tentara Hindia Belanda yang akan diberangkatkan ke desa-desa konflik luar Batavia. Di luar Batavia, banyak pribumi yang tak menurut pemerintah Hindia Belanda dan melakukan perlawanan.
Seandainya saja Rosemarie memahami Bahasa Belanda, ingin sekali Frederick sampaikan bahwa keberangkatannya ke daerah konflik sebenarnya dia persembahkan penuh setengah hati. Sejak hatinya mulai dibasuh oleh perasaan cinta karena Rosemarie, pikirannya mulai berputar. Alangkah seenaknya pula pemerintah Hindia Belanda ini. Alam dan semestanya adalah milik pribumi, tetapi pemerintah merebutnya begitu saja. Konflik yang meletus sebenarnya adalah reaksi dari mempertahankan hak.
Lalu, apa kabar dengan perasaan yang terlanjur tumbuh diantara Frederick dan Rosemarie? Apakah hati mereka juga berhak bereaksi atas adanya perasaan cinta yang menghampiri keduanya?
Atau karena kondisi dunia sedang tak mendukung, apakah perasaan ini terpaksa harus berakhir?
[1] Sekarang Menteng
[2] Bahasa Belanda: Maukah kamu berdansa denganku, nona?
[3] Bahasa Prancis: Tentu saja. Tapi, saya tidak bisa dansa, tuan.