RandiniArdwinu
Untukmu serpih kayu yang dirindui bumi...
Seperti waktu, aku juga akan terus berjalan meski layar tak lagi terkembang.
Mati - matian akan ku terjang karang, lepaskan jangkar yang setia tertawan.
Meski kadang kakiku geram rasakan lelah ketika harus terus melangkah.
Karena aku sadar jalanku masih terlalu panjang untuk sekedar berdiam.
Tapi ketika waktu menjadi seperti tak pasti, izinkan aku sedikit mencari.
Mengumpulkan kembali rekah - rekah usang yang terbuang.
Mencoba mengulang yang tak terulang.
Menggali yang pernah tergali.
Untukumu serpih kayu yang dirindui bumi...
Bolehkanlah aku sedikit menghibur diri.
Menelaah sedikit ke belakang saat angin dan ranting masih sering bercanda.
Saat kita masih sering menelisik indahnya bintang di hamparan ilalang.
Merasakan deru alam yang mmbuncah, menantang megah ke langit gagah.
Angin boleh saja tak lagi sampaikan salam mu padaku.
Tapi bulan tak pernah fasih berbohong.
Selalu ku rasakan terangnya pantulan senyum lembut mu di hangat pipi ku.
Untukmu serpih kayu yang dirindui bumi...
Sudah cukup untuk ku menoleh.
Saatnya kembali ku berjalan.
Aku berjanji daun - daun gugur ini akan terus bertumbuh.
Menjadi sepucuk mawar hitam yang cantik di tepian tebing.
Yang bersahabat dengan rumput liar.
Yang tak sembarangan orang pun dapat memetiknya kecuali langit.
Untukmu serpih kayu yang dirindui bumi...
"Terima kasih untuk selalu bersinar meski bulan kadang tak pernah memandang."