LiLi43777's Reading List
11 stories
Ruang Diksi [Completed] by hafnikharisma
hafnikharisma
  • WpView
    Reads 1,112,067
  • WpVote
    Votes 59,180
  • WpPart
    Parts 115
#1 - Puisi (2 November 2018) Ini adalah kumpulan diksi yang membutuhkan ruang untuk abadi. Ketika membacanya nanti, mungkin ada banyak hal yang akan kau jumpai. Entah itu perasaan geli, nyeri sampai ke ulu hati, atau bahkan motivasi yang-kuharap-mampu membangkitkan rasa percaya diri. Jadi, apa kamu masih perlu berpikir dua kali untuk membaca buku ini? Kalau begitu, selamat datang di Ruang Diksi! Tangerang, 17 Juni 2018 Copyright © 2018 by hafnikharisma
Merebah Riuh (100%) by sacessahci
sacessahci
  • WpView
    Reads 35,704
  • WpVote
    Votes 1,659
  • WpPart
    Parts 28
[Telah terbit: Bukune, 2019] Sebuah kolase kata dan rasa. Tidak kasatmata, tapi bernyawa. Vol. 04 Komposisi : 100% Bias Cahaya __________ #730 in Poetry (07/11/17) #531 in Poetry (08/11/17) #348 in Poetry (09/11/17) #272 in Poetry (11/11/17) #256 in Poetry (11/03/18) #233 in Poetry (12/03/18)
Pedar by mikokoi
mikokoi
  • WpView
    Reads 126,957
  • WpVote
    Votes 8,443
  • WpPart
    Parts 100
[puisi] pe.dar /pêdar/ a getir a tengik (tentang rasa dan bau) a ki kesal hati: -- hati ©2017 sampul: @Hiyoki_
Distorsi | ✓ by zheitama
zheitama
  • WpView
    Reads 16,652
  • WpVote
    Votes 1,532
  • WpPart
    Parts 31
❝minumlah dua teguk lara, niscaya engkau akan diberkati.❞ 2017-2018 © ZHEITAMA
Melepas Tidur by MuhammadMuhsin
MuhammadMuhsin
  • WpView
    Reads 5,950
  • WpVote
    Votes 497
  • WpPart
    Parts 40
(Sudah Terbit) Tidak pernah ada minggu. Tidak pernah ada hari libur. Kepalaku ruang kerja yang sibuk dan tidak melahirkan apapun kecuali angka di kalender berangka tunggal. Mataku pekerja keras yang memaku waktu. Hidup adalah tentang bekerja dan gerak yang semarak. Selalu ada perihal yang dikejar. Di kamar ini tidak pernah ada matahari menjadi bola kecil yang dilempar ke atas, menubruk jendela kamarku dan mengusap matanya sendiri. Bukan lidah senja yang mati dan mengubur puisi para penyair. Di sini, hanya ada satu tangan kekasih. Aku suka lupa mematikan lampu. Ia melahirkan anak kembar sepertiku tanpa anggota badan yang suka menempelkan kaki kita. Bayangan lebih setia dari kawan. Atau lebih sabaro menjadi yang diduakan. Di kamar ini, lampu adalah ibu yang mengajari bagaimana tetap terjaga dan tidak mengeluarkan air mata. Menutup mata berarti bunuh diri. Tanganmu yang dingin akan hangat oleh tangan para pencari. Senyum yang kau sebut cinta akan menjadi milik semua orang. Atau wajahmu akan anggun di museum mata para pencemburu. Aku menutup jadwal besok, menutup pintu dan tidak akan ada yang pergi dari sini, termasuk tanganku yang menggigil kau kompres dengan genggamanmu. Tanggal berapa besok? Kamu jadi pergi ke kota mantan kekasihmu?
Sajak Liar by widyhaa_Nh
widyhaa_Nh
  • WpView
    Reads 68,985
  • WpVote
    Votes 1,115
  • WpPart
    Parts 200
Hanya sekumpulan sajak yang dapat mewakili semua isi hatiku yang tak dapat aku ungkapkan~ happy reading yaa :) rfrns: sajakliars@gmail.com
Bersajak Luka by awfleide
awfleide
  • WpView
    Reads 46,523
  • WpVote
    Votes 1,330
  • WpPart
    Parts 10
'Luka adalah semestanya puisi' -Sapardi Djoko Damono Ketika luka itu ada, disaat yang sama pena mulai menggoreskan sajaknya.
1001 Celoteh Tentang Puisi by DhediRGhazali
DhediRGhazali
  • WpView
    Reads 5,160
  • WpVote
    Votes 107
  • WpPart
    Parts 15
Membicarakan puisi tidak akan ada habisnya. Selama kata-kata tidak hanya cukup untuk sekadar berkata saat itulah puisi akan hadir sebagai sebuah jalan lain mengungkapkan sesuatu. Desah angin adalah puisi, gemericik air adalah puisi, helai napas adalah puisi, semua yang ada dan tiada adalah puisi. Dari waktu ke waktu, perkembangan puisi semakin liar saja. Kehadiran puisi digital misalnya, membuat puisi tak lagi menjadi sesuatu yang susah ditemui. Berbagai kemudahan menikmati puisi dengan media sosial adalah salah satu perubahan yang mencolok beberapa tahun terakhir. Namun demikian, puisi tetaplah puisi, terlepas dimana dan darimana dia terlahir. Puisi seolah hadir dalam setiap situasi, politik, ekonomi, sosial, agama, dan seluruh aspek kehidupan. Hal ini semacam virus yang menjangkiti seluruh kalangan masyarakat, dari yang kaya sampai miskin, yang sarjana hingga tukang becak pun tak lepas dari "kejahilan" puisi yang melukiskan mereka dengan kanvas yang rasanya tidak akan pernah kering. Berbagai polemik di negeri ini misalnya, tak juga luput dari mata tajam para penyair yang akhirnya menelurkannya menjadi sebuah puisi "pemberontakan" semacam puisi-puisi Wijhi Thukul. Perkembangan puisi tentu tak lepas dari pro-kontra. Pro-kontra ini jugalah yang mau tidak mau terkadang menjadikan puisi dan penyair sebagai sasaran empuk "bualan-bualan" yang akademis. Esai-esai tentang puisi semakin banyak dan beranak-pinak. Oleh sebab itulah penulis juga tak ingin ketinggalan untuk membuat celoteh-celoteh tentang puisi bertajuk "1001 Celoteh Tentang Puisi". Mengingat penulis bukan dari golongan sarjana sastra, apalagi masuk dalam buku "33 Sastrawan Paling Berpengaruh" yang kontroversial itu, maka penulis sangat menyadari masih dangkalnya uraian-uraian yang akan disampaikan. Meski demikian, rasanya bukan menjadi alasan untuk tidak menuliskannya. Selamat memperkosa puisi.
Story of Blue - Kemana Lagi Kamu Berlayar Kali Ini? (Poetry) by damrakaa
damrakaa
  • WpView
    Reads 84,405
  • WpVote
    Votes 2,265
  • WpPart
    Parts 101
Puisi itu ekspresi manusia yang mengenal berjuta warna, termasuk biru yang kelabu dan sensitif terhadap duka yang pernah berlabuh dalam hidup manusia itu. Semoga yang membaca mampu memahami sebenarnya ada manusia yang rapuh, sendu, haru, dan biru di sekitar kalian, dekat sekali dengan kalian, dekaaaatt sekali....... Cobalah untuk lebih sensitif dengan keadaan perasaan manusia-manusia di sekitar kalian. Mereka membutuhkan pengakuan dari kalian. Sebatas mengapresiasi segala hal yang bersifat positif dan tidak merugikan manusia lain. Selamat berinterpretasi dengan puisi saya :)
Luapan Melankoli by viekaoktavr
viekaoktavr
  • WpView
    Reads 3,583
  • WpVote
    Votes 226
  • WpPart
    Parts 34
Mungkin benar, mulut ini bungkam, lidah ini kelu, dan tubuh ini statis. Namun, hati terus bergolak, filsuf tetap menjerit, dan perkara masih saja menjeru. Maka bila mana saya tak sanggup, terciptalah beberapa prosa yang dibuat penuh dengan buncahan kalbu. #06Maret2017