ReinkarnatioN
- Reads 2,064
- Votes 190
- Parts 7
Setelah bertahun-tahun hidup di antara sisa-sisa ketakutan, Winter belajar menatap dunia dari balik lensa.
Winter tidak memotret wajah. Ia memotret apa yang terjadi di baliknya: getar kecil di mata, bibir yang menahan kata, senyum yang terbit sesudahnya.
Dunia menyebutnya fotografer emosi; ia menyebutnya cara untuk tetap merasa hidup.
Ia tidak memotret keramaian untuk mencari pemandangan. Ia memotretnya untuk mencari cerita, memastikan bahwa emosi masih ada di dunia, bahkan ketika ia tak lagi bisa merasakannya. Winter dikenal karena pameran tunggalnya "The Faces We Forget", rangkaian foto yang menangkap manusia di tengah kota: tertawa, menangis, menunduk, atau menatap kosong.
Tanpa nama.
Hanya perasaan yang dibekukan dalam lensa kamera.
Suatu malam di Jeongseon, kota pegunungan yang ia singgahi untuk proyek berikutnya, Winter duduk di depan jendela hotelnya.
Kamera baru tergeletak di pangkuan, dingin dan mengilap di bawah lampu malam. Ia menyalakannya, sekadar ingin mencoba kejernihan lensa, mengarahkan bidikan ke gedung apartemen di seberang.
Ia tidak berniat mengintip; hanya ingin menguji fokus.
Namun di salah satu jendela, bidikan kameranya berhenti.
Fokusnya menangkap sesuatu yang aneh, gerakan lambat, seperti tarian dua bayangan.
Seorang pria tengah memeluk seorang perempuan... terlalu lama, terlalu erat.
Lalu kepala pria itu menunduk ke lehernya. Dalam diam, tubuh perempuan itu terkulai, dan ketika pria itu mendongak kembali...
Winter menahan napas.
Sebelum sempat menurunkan kameranya, pria itu menatap balik.
Langsung ke arah lensa.
Langsung ke arahnya.
Untuk sesaat, Winter lupa bagaimana rasanya bernapas.