[UPDATE SETIAP SELASA & MINGGU] Menembus portal ke masa lalu, dengan misi merebut sebuah benda untuk keselamatan mereka di masa depan. Candra harus kembali mengunjungi tempat masa kecilnya yang kelam. Belum lagi kecerobohan Evander hampir menggagalkan misi mereka. Sedangkan Arion disangka sebagai salah satu penjahat, akibat ulahnya tersebut Ashlen harus belajar menjadi 'Kakak tingkat yang baik' yang jelas-jelas bukan gayanya sekali. Jika merebut benda bisa membuat mereka sekarat, apalagi perjalanan menghancurkan benda itu membuat mereka semua melarat. Oh, tidak! Misi mereka yang harus didahulukan atau keselamatan yang mesti dipertimbangkan?

Venalu Vaxalim, elf pendiam yang tak suka kekacauan tiba-tiba harus terlibat dengan Lily James si pembuat onar karena titah wakil kepala sekolah. Hari-hari yang biasanya damai dan terhindar dari segala bising mendadak berubah menjadi penuh masalah. Venalu bahkan harus terlibat dengan makhluk misterius yang bukan saja menggegerkan akademi, tetapi juga menjadi petunjuk tentang bahaya yang lebih besar lagi. Sanggupkah Venalu mengatasi segala kekacauan yang diciptakan Lily sebelum mereka terseret dalam masalah besar?

[UPDATE SELASA & JUMAT] Tim Lima field trip di Winterland beranggotakan Mikalea, Tristian, Nathan, Elleanor, dan Mr. Jonathan sebagai guru pendamping. Tim ini terlihat menonjol karena ketidakkompakannya sejak awal keberangkatan dari Maple Academy. Kekompakan tim ini harus kembali diuji ketika mereka harus saling bekerjasama untuk menemukan benda ajaib milik Lord of Greyness yang disembunyikan, bunga caerulea yang tak bisa ditemukan di habitatnya. Rupanya benda tersebut turut menjadi sejarah dari penyebab sayap perak Mikalea menjadi cacat. Di tengah pencarian, tanpa disadari Tristian memisahkan diri. Akankah mereka berhasil menemukan benda ajaib Lord of Greyness atau malah dipermainkan oleh Tristian?

** #2 in WATTYAWARDS** ** #24 in FUNNY!** **#3 in SHORT STORY** I whipped around to smell the scent of pine, cigarettes, and mint. Amused grey eyes shined, and dark, shaggy, brown hair filled my vision. His hands were in his low, dark jeans, and his muscled chest puffed out of his white t-shirt, and black leather jacket. His smirk made me tense up. "You." I glared. "Me." He smiled. The one person who could piss me off in a split second, the person who was the sole reason I am who I am today was leaning against one of the navy blue lockers. The atomic bomb just exploded in my life. And his name is Roman Quinn. DISCLAIMER: I wrote this when I was a good 12 years old. There are plot holes, spelling and grammar errors. However, this is the first thing I've ever written and somehow I am STILL proud of it and the grateful for anyone who laughed. (Even if it was just once). Viewer Discretion is Advised.

Katanya, aku genius dan hidupku kelewat serius. Padahal aku tidak merasa seperti itu. Oke, aku memang pernah menggelar pentas tunggal dari drama Shakespeare yang semua dialognya kuubah sendiri jadi bahasa Jawa waktu aku kelas lima SD. Waktu kelas empat SD, aku selesai menghafal seluruh isi KBBI. Aku bisa berbicara dalam bahasa Sansekerta dan memahami isi prasasti semudah orang-orang memahami isi majalah. Koleksi piala dan medali olimpiadeku (baik akademik maupun non-akademik) mungkin lebih banyak dari jumlah perempuan yang dilirik Zeus. Aku masih kelas sepuluh, tapi aku sudah iseng-iseng ikut beberapa TO SBMPTN, dan dapat nilai paling tinggi di antara anak-anak kelas dua belas. Dan banyak hal lainnya. Tapi menurutku, masih banyak hal yang belum kulakukan. Dan aku selalu merasa tidak puas kalau belum mencoba hal baru. Aku selalu penasaran. Namun, tidak pernah terpikirkan olehku, bahwa suatu hari, akan ada seseorang yang berkata bahwa aku harus mencoba jadi cewek normal. Jangan terlalu serius. Katanya, jadi remaja normal itu asyik. Nah, sudah kubilang kan, aku selalu penasaran? --- #10 in Teen Fiction [23/07/16] [cover by me + prohngs lol]