raedraven
Untuk Dinno,
Berapa tahun belakangan aku selalu suka caramu menatap, bukan aku, melainkan dunia. Sadar akan semua yang ada adalah fana, kau bahkan menyadari bahwa cinta itu menyakitkan. Mungkin.
Di samping itu, aku kagum.
Mama yang selalu paham akan kewajibannya, Mama yang sadar bahwa ia adalah istri dari seorang pria kuat yang paham betul cara berpijak, dan pahlawan dari kedua anaknya yang istimewa. Dinno dan adiknya.
Keluarga kalian adalah suatu kebahagiaan bagiku, bak lonceng yang dimainkan oleh beberapa anak di perkampungan tua. Menyenangkan, tapi selalu ada saatnya mereka harus berhenti memainkan lonceng itu karena beberapa manula merasa terganggu ketenangannya.
Dinno, aku tak pernah berharap kau jatuh ke pelukanku, aku hanya bahagia. Bahagia dengan hanya sekedar melihat namamu atau foto samarmu yang dipotret Ersa.
Aku tak pernah cemburu akan apa yang kau miliki, justru aku bahagia. Di hari itu aku mencoba meraihmu, untuk membuatmu--kita, lebih mengenal satu sama lain. Namun apa daya yang kulakukan hanya memperburuk segalanya.
Aku ingat bagaimana kau turun dari mobil abu kecoklatan itu, aku ingat bagaimana kau berjalan menaiki tangga dan aku berada di atas menunggumu tiba, aku ingat bagaimana kau meletakkan sepatumu di dekat tongkat yang tersandar pada dinding, aku ingat bagaimana kau mengikat sabukmu.
Namun itu bukan bagian terbaiknya, aku ingat aroma mint yang selalu menempel padamu, aku ingat bagaimana kau meraih dan menggenggam pergelangan tanganku, menggendongku di punggungmu, dan bahkan membantingku ke matras kelabu yang sedikit berdebu itu.
Kau tahu, aku selalu menyukainya.
Semua orang tahu, aku selalu menyukai bagaimana seseorang menyakitiku.
Dinno, aku ragu jika orang mengatakan aku mencintaimu. Aku tak merasa begitu.
Aku hanya bahagia melihatmu, berada di dekatmu, bersamamu. Walau sekarang itu semua hanya ada di setiap lamunanku.
Dinno, aku berharap Tuhan mengizinkan kita untuk bertemu lagi.
-Rae