bintarobastard
"Aku ragu untuk masuk."
Begitulah semuanya dimulai-dengan langkah kecil yang tertahan di ambang pintu, dengan sepotong kertas tata ibadah yang disodorkan tangan asing, dan dengan senyum dari seorang pria yang tak ia kenal, tapi entah bagaimana... terasa akrab.
Namanya Bumi.
Di kota yang belum sempat Eden cintai, ia bertemu seseorang yang membuat diam jadi rumah. Seseorang yang tidak menuntut penjelasan, tidak meminta pembuktian.
Hubungan mereka tidak meledak, tidak dramatis. Ia bertunas dalam percakapan sehari-hari, dalam genggaman tangan yang terlalu lama dilepas, dan dalam gumaman, "Ibadah jam 9?" yang berulang-ulang-lembut seperti doa yang dihafal tanpa sadar.
Namun waktu, seperti kota yang tidak pernah benar-benar tidur, tidak selalu memberi ruang untuk tumbuh perlahan.
Di balik tawa dan pelukan, ada dunia yang bergerak cepat, kadang terlalu cepat. Ada suara-suara di luar yang memecah hening.
Tapi mungkin itulah cinta yang paling sejati: bukan yang sempurna, bukan yang selalu bersama, tapi yang tetap tinggal-bahkan saat suara telah hening, bahkan saat langkah telah berhenti.
Ini adalah cerita tentang Eden dan Bumi.
Tentang dua jiwa yang bertemu tanpa rencana. Tentang seseorang yang menemukan rumah bukan di tempat, tapi pada seseorang.
Ini tentang ibadah yang tidak selalu terjadi di altar. Tapi kesediaan untuk tetap duduk di bangku yang sama... meski dunia di luar mulai runtuh.
Karena terkadang, yang paling suci bukanlah nyanyian keras yang menggema. Tapi keheningan yang kau bagi dengan seseorang yang membuatmu ingin percaya lagi.
The only heaven i'll be sent to is when i'm alone with you