Interesting stuff
16 stories
MINDFRAME [ONGOING] by narasutan
narasutan
  • WpView
    Reads 4,411
  • WpVote
    Votes 623
  • WpPart
    Parts 6
BUKU KETIGA MIND TRILOGY [END] MINDFRAME Genom-genom dihancurkan dan dibentuk kembali. Manusia jenis baru bermunculan. Masing-masing tanpa sadar berbagi tugas memelihara dan mengembangkan dunia. Di sisi lain, Profesor Okan sedang berhadapan dengan suatu teka-teki rumit yang selama ini menggerakkan sistem kerja dunia ini. Ia berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan Bumi dari kehancuran yang semakin mendekat. Copyright 2020 Alfons Yahya Indra
Red Balloon by goldenreatriver
goldenreatriver
  • WpView
    Reads 72,644
  • WpVote
    Votes 2,810
  • WpPart
    Parts 4
[ Pemenang wattys 2016 kategori "Pilihan Staf" ] Setelah bertemu dengan gadis kecil nyentrik pemegang balon semerah darah, hidup Nico menjadi sangat tidak masuk akal. Dimulai dari kematian ibunya, kepergian kakaknya, hingga ayahnya yang menjadi gila--pada akhirnya harapan satu-satunya adalah pindah ke desa terpencil di Inggris; mendapat Professor tua kaya raya sebagai wali. Masalahnya adalah : keadaan menjadi kian buruk sejak kepindahannya. Sekolah barunya 'luar biasa jelek'. Ditambah dengan enam murid tak waras berkekuatan super yang menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Belum lagi keterlibatan sekelompok centaur temperamental, kepala sekolah yang galak, vampire vegetarian, serta hantu sok tahu yang membuntutinya kemana-mana. Nico merasa sebal, sungguh. Namun perlahan-lahan, ia jatuh cinta pada segala kejanggalan yang ada di desa tersebut. Ia jatuh cinta pada petualangannya setiap hari, pada sekolah bobroknya, serta keajaiban yang selalu hadir saat gema lonceng makan siang. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena di sudut-sudut yang gelap, kekuatan dari dunia lain bersiap untuk menyerang. amazing cover by©Geenag Copyright©2016 by GoldenReatriver
Sampah #8: Kaus Kaki si Mbah by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 3,598
  • WpVote
    Votes 706
  • WpPart
    Parts 1
Penitipan mbah baru sudah berarti berita buruk. Bukan buat badan pelayanan, tapi buat si mbah dan keluarganya. Kami hanya bisa menerima mbah yang bermasalah; entah hidup sebatang kara, keluarga tidak punya uang untuk mengurus, penderita psikotik ringan, atau mbah-mbah kurang beruntung yang keluarganya 'tidak sanggup' mengurus. Alasannya bermacam-macam, mbahnya egois lah, tidak bisa diatur lah, anak dan menantu mengancam cerai kalau mbah ada di rumah lah, sampai alasan yang kadang terkesan mengarang-ngarang. Aku pun bergegas menghampiri tamu itu. Benar saja, sudah ada seorang pria paruh baya dengan kemeja rapi duduk bersama seorang mbah di kursi terpisah. Aku perhatikan mereka berdua. Tidak tampak gambaran yang memunculkan kesan kurang mampu. Si mbah mengenakan kacamata, kulitnya cerah, bajunya bagus. Batik, celana kain, bahkan kakinya dibungkus kaus kaki meski menggunakan sandal jepit. "Selamat pagi, Pak. Perkenalkan saya Kasongan. Nama Bapak siapa, nggih?" [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #8]
Ten Reasons Not To Die by RiceLover
RiceLover
  • WpView
    Reads 6,101,707
  • WpVote
    Votes 435,449
  • WpPart
    Parts 12
"Give me ten days, and I can give you ten reasons not to die." Evan paused. "And if I can't change your mind by then, you can go jump off that cliff."
The Chronicle Of Ugly People by AYUTIEN
AYUTIEN
  • WpView
    Reads 39,618
  • WpVote
    Votes 4,808
  • WpPart
    Parts 1
Ketika orang-orang yang tak rupawan itu jatuh cinta...
Sampah #7: Masker Bedah by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 4,981
  • WpVote
    Votes 1,248
  • WpPart
    Parts 1
"Jadi, saya harus bayar berapa?" Mencuri dengar itu tidak baik, bukan? Siapa tidak tahu hal itu? Tidak ada. Siapa yang peduli? Tidak ada juga. Apalagi, aku mendengar namaku disebut. Rasa penasaranku terlanjur menggebu-gebu. Bagaimana tidak? Ayahku akhirnya menelepon koleganya. "Empat puluh saja, Pak." Untung bagiku, ayah selalu memasang telepon dalam volume keras. Tidak perlu sampai berjongkok dalam gelap, jawaban di seberang sana sudah jelas terdengar. "Tapi anak saya bener bisa masuk kedokteran?" Jantungku berdegup kencang. Liar. Jawaban kolega ayah akan menentukan nasibku. Jawaban yang bisa menjadi penolakan kelima, atau sebaliknya. "Bisa. Nanti ikut tes untuk formalitas. Sisanya akan saya urus." [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #7]
Sampah #5 Borgol Karatan by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 4,390
  • WpVote
    Votes 1,100
  • WpPart
    Parts 1
Tajamnya udara Bandung dini hari menggigit kulitku. Beku, nyaris membuat tubuh ini menggigil. Potongan seragam biru tua sudah kutanggalkan, diganti kaos oblong dan sarung kotak-kotak. Aku menggosok kedua telapak tangan, usaha sia-sia untuk menghasilkan panas. Untung dingin begini tak seberapa dengan pemasukannya. Pekerjaan dini hari punya uang yang lumayan. Tak apalah uang kotor. Yang penting lumayan untuk biaya rokok sehari-hari. "Ayo cepat, cepat! Semua barang harus masuk hari ini. Minggu depan ada sidak dari Kanwil," perintah pria di ujung gerbang. Ia membuka kain hitam penutup bagian belakang mobil pickup. Mataku memicing, mencoba mengenali barang-barang yang ditumpuk di mobil. Ada TV, dispenser, laptop, hingga sofa kulit berwarna cokelat. Alat-alat elektronik masih dibungkus kardus. Sofanya dilapisi plastik ketat transparan. Semuanya terlihat baru. [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #5]
Sampah #1: Bungkus Rokok by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 16,113
  • WpVote
    Votes 3,110
  • WpPart
    Parts 1
Hampir tiga tahun. Selama itu aku berjuang setengah mati demi satu kursi kedokteran di universitas negeri. Konon katanya biayanya tidak semahal swasta. Tapi aku juga tidak ambil pusing karena pemerintah masih berbaik hati memberikan Bidikmisi. Semoga saja aku bisa lolos dengan Bidikmisi. Semoga. Ayah dan Ibu tidak terlalu berharap. Mungkin mereka tidak bilang secara tersurat, tapi aku tahu mereka lebih senang kalau aku memilih jurusan yang semesternya sedikit. Biar cepat lulus. Cepat dapat uang. [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #1]
Sampah #3: Lelehan Lilin Pertiwi by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 8,835
  • WpVote
    Votes 2,020
  • WpPart
    Parts 1
"Selamat ulang tahun, Ibu!" teriak sebuah suara yang familiar. Suara itu kemudian hilang, digantikan pelukan erat. Kedua lenganku membalas dekapan anak kesayanganku. Pelukannya terasa hangat, mengingatkanku akan perjuangan ayah, Nusantara, saat mendirikan Majapahit dulu. Batavia sekarang sudah dewasa, meski masalah mengompolnya belum juga sembuh. Aku merengkuh tubuhnya yang bau dan penuh polusi, mengenali kali-kalinya yang hitam dan halaman-halamannya yang botak. Apa pun yang terjadi, aku tetap bangga dengan Batavia. Menjadi ibu kota memang berat, aku paham betul. Biar pun wajah Batavia selalu terlihat menganggumkan, badannya dipenuhi sampah. Sampah yang mungkin setinggi gedung-gedung pencakar langit yang tampak di wajah putraku itu. Tapi tak apa, Batavia. Bersabarlah. Sebentar lagi tanggung jawabmu akan dipindahkan ke Borneo. [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #3] dipublikasi di Kompas Muda https://muda.kompas.id/2018/07/20/lelehan-lilin-pertiwi/
Sampah #2: Propelan by kontradiksi
kontradiksi
  • WpView
    Reads 6,490
  • WpVote
    Votes 1,469
  • WpPart
    Parts 1
Aku kembali tertawa. Lucu juga bagaimana jawabannya sama sekali tidak nyambung dengan pertanyaanku. "Gue nggak bawa agama loh? Apa iya cuma karena orang yang mati ditembak itu pemuka agama dan yang nembak itu Zionis Israel gue jadi otomatis belain agama Islam? Gue kira lo pernah diajarin tentang hak asasi? Yah, gue tau bullshit banget kalo dengernya dari gue. Cuma gue capek aja sekarang buat peduli sama orang lain harus berdasarkan status dan golongan orang tersebut. Bukannya sama aja ya mereka semua manusia?" "Ya kalo lo peduli, terus apa? Emang lo bisa bantu? Lo juga nggak bisa apa-apa, kan? Jangan sok suci. Lo nggak lebih baik dari gue sama Bimo." [Sekarung Sampah Untuk Indonesia #2]