Pukul 11.45 WIB adalah waktu di mana sosok Arsana muncul di balik jendela kaca. Bersama segerombolan siswa populer pada masanya. Aku suka menatapnya dari balik jendela, tak pernah berani menyapa meski seringkali jumpa pada sebuah acara. Arsana, dia sosok tinggi, kharismatik, memiliki banyak penggemar, kaya, angkuh, dan tampan. Menurut angin yang berhembus, sosok Arsana adalah laki-laki playboy yang mudah sekali mempermainkan hati perempuan. Benar, karena pepatah klasik cinta itu buta, aku tetap menyukainya meski dia mudah memainkan perempuan. Dia siswa kelas XI sama sepertiku. Dia siswa biasa yang anti organisasi. Aku menyukainya sejak 1 tahun yang lalu.

"Masih ingat topi ini?" tanyamu ketika bertemu lagi setelah sekian lama. "Ha ha ha, topi lusuh semacam ini buat apa? Ishhh sudah jadi tentara juga, pakai lah topi Raidermu itu atau topi Kostradmu," tawaku menepuk lengan kirinya. "Topi lusuh ini saksi bisu aku jatuh cinta padamu ketika panas terik di tengah lapangan tenis. Ketika kamu tersenyum di tepi lapangan itu dan ketika aku begitu bersemangat melakukan langkah tegap sambil melirikmu." Tubuhku terbujur kaku. Aku bukan aku yang bisa menjawab cepat seperti biasanya, bukan aku yang berani berdebat.

[Tersedia di Shopee Alinea Publishing] Tahu apa itu Kuliah Kerja Nyata atau biasa di kenal dengan KKN? Itu ialah kondisi dimana mahasiswa S1 melakukan pengabdian kepada masyarakat pada daerah tertentu. Itulah yang aku lakukan di Lumajang. Sebuah Kabupaten yang dekat dengan Gunung Semeru dan Gunung Bromo. Tepatnya di Desa Kandangtepus, Senduro, Lumajang. Sebuah dusun yang sangat subur tanahnya, sangat ramah pula warganya. Bukan, bukan tentang perjalananku dengan kelompok 164 KKN Transformatif Berbasis Masjid, tahun 2018. Ini ceritaku tentang menemukan dia, seorang prajurit negara yang lebih suka main mobile legend daripada memainkan hati perempuan. Pangkatnya Sertu, baru saja diangkat 3 bulan sebelum kami akhirnya bertemu dalam sebuah kegiatan.

Kisah ini sedang dalam proses penerbitan di AE PUBLISHING. Pahlawan bagi kami ialah mereka yang terluka, menahan sakit, dan sesak tetapi masih tetap bangkit dan berjuang agar dapat memekik kata merdeka yang merupakan impiannya. Tumbang bangkit lagi, patah bangkit lagi, menangis bangkit lagi, apapun kondisinya selalu ada kata bangkit sebelum akhirnya benar-benar jatuh ke dalam liang lahat. Maka begitulah seharusnya manusia, menjadi pahlawan untuk impiannya sendiri. A.C. Agni x Patriakara 19

[Sebagian besar part telah dihapus, nantikan versi cetaknya!] Ini kisahku sebagai seorang anak tentara. Hidup di rumah dinas yang cat dindingnya tidak boleh diubah, padahal aku ingin sekali merubah warna tempat tinggalku menjadi merah muda, tapi kata Ayah, "Jangan, itu terlalu imut untuk rumah dinas seorang Tentara." Dan aku sangat kecewa karena itu, bahkan aku sempat berpikir melayangkan protes pada Panglima TNI karena tidak mau merubah warna dasar khas penjaga NKRI. Tapi itu pikiran bodohku waktu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Sekarang, setelah duduk di bangku SMA, aku suka tertawa karenanya. Merasa bodoh karena meminta pergantian warna cat menjadi merah muda. Kupikir nanti Ayahku tidak akan terlihat garang lagi, dan jika warna berubah merah muda, Bundaku akan lebih mirip Ibu Bhayangkari. Tapi bukan hanya soal itu aku bercerita, ini juga soal seseorang yang begitu manis. Mirip dengan Ayah yang berkata tanpa banyak pembualan. Katanya dia penguasa udara yang gagah dan berani, Byantara Abimanyu. Kisah burukku bersamanya beriringan dengan kisah manis, pahitku bersama keluarga. Itu sepenggal ceritaku sebagai putri pertama yang sangat manja di Keluarga Letkol Inf Purnama Putra Persada dan Anak Baru yang menjadi Primadona, katanya.