KalycaRose27
- Reads 291,179
- Votes 19,980
- Parts 42
FOLLOW DULU SEBELUM BACA 🥰
.
Hujan rintik turun pelan malam itu, membasahi jalan yang sunyi dan menyalakan kembali lampu kota dalam pantulan yang kabur. Di antara gemerisik air dan aroma tanah basah, sebuah kardus kecil tergeletak sendirian.
Di dalamnya, Luna-gadis mungil berusia tiga tahun dengan pipi merah lembut dan topi kucing favoritnya-mengerjapkan mata, mencoba memahami mengapa dunia tiba-tiba terasa begitu sepi. Ia tidak mengerti alasan orang yang ia panggil Mama menurunkannya, membisikkan kata yang tidak ia pahami, lalu pergi tanpa menoleh.
Yang Luna tahu hanyalah dinginnya angin yang menembus baju tipisnya, dan suara hujan yang terdengar seperti tangis pelan di sekelilingnya.
Ia memeluk lututnya, menggoyang pelan tubuh mungilnya, lalu memanggil dengan suara cadel yang pecah memohon:
"Mbi... Bibi... Unna di cinih... takut"
Tidak ada jawaban, hanya gemericik hujan.
Luna mengintip dari balik kardus, berharap wajah itu kembali. Yang ia temukan hanyalah lampu-lampu jalan yang kabur, seolah ikut menangisinya. Matanya mulai berkaca, tapi ia terlalu kecil untuk tahu cara menangis dengan benar-yang ia lakukan hanyalah menggigit bibirnya agar suaranya tidak terlalu keras.
"Eugh... kenapa... di cinih... Una takut cekali?" bisiknya, nyaris tak terdengar.
Dan saat dunia seakan berpaling, langkah lembut seseorang mendekat. Sosok itu berhenti, berlutut, dan membuka tutup kardus perlahan-seperti takut membuat gadis kecil itu semakin ketakutan.
Di balik lipatan karton basah, mereka menemukan sepasang mata yang begitu polos, begitu patah, tapi masih menyimpan harapan kecil bahwa dunia tidak sepenuhnya jahat.
"Dingin ya, sayang... sini... jangan takut."
Untuk pertama kalinya malam itu, Luna mengulurkan tangannya.
Ini bukan sekadar kisah tentang anak yang dibuang.
Ini adalah kisah tentang seorang gadis kecil yang menemukan belasan kepedihan dalam satu malam-namun juga menemukan keajaiban paling hangat saat seseorang memilih untuk berhenti... dan melihatnya.